Setelah melewati masa-masa awal yang lamban antara tahun 1992-1998,
perbankan syariah tumbuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia
menunjukkan bahwa, sampai bulan November 2007, jumlah bank syariah telah
mencapai 143 unit. Perinciannya, tiga bank merupakan Bank Umum Syariah
(BUS), 26 bank merupakan Unit Usaha Syariah (UUS), dan 114 bank merupakan
Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).
Pertumbuhan jumlah bank syariah yang pesat tersebut juga diikuti oleh
peningkatan nilai indikator-indikator perbankan syariah, seperti aset, dana pihak
ketiga (DPK), dan pembiayaan. Sebagaimana tampak pada Gambar 1, nilai aset
perbankan syariah (selain BPR Syariah) pada akhir tahun 2003 baru mencapai Rp
7,9 trilyun. Pada bulan November 2007, nilai tersebut telah meningkat hingga
lebih dari empat kali lipat menjadi Rp 33,3 trilyun. Nilai DPK yang dihimpun dan
nilai pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah juga mengalami
kenaikan yang tajam, dari hanya Rp 5,7 trilyun dan Rp 5,5 trilyun menjadi
masing-masing Rp 25,7 trilyun dan Rp 26,5 trilyun.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa kecepatan pertumbuhan bulanan
indikator-indikator tersebut justru mengalami penurunan. Bila pada tahun 2004,
rata-rata tingkat pertumbuhan aset perbankan syariah adalah 5,75 persen per bulan,
pada tahun 2006 dan 2007, rata-rata tingkat pertumbuhan aset tersebut turun
menjadi 2,09 persen dan 2,03 persen per bulan. Begitu pula, pada tahun 2004,
rata-rata tingkat pertumbuhan DPK perbankan syariah adalah 6,31 persen per
bulan, sementara pada tahun 2006 dan 2007, rata-rata tingkat pertumbuhannya
turun menjadi hanya 2,42 persen dan 2,00 persen per bulan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sasmitasiwi dan Cahyadin (2007)
memproyeksi bahwa, sampai akhir tahun 2008, tingkat pertumbuhan aset, DPK
dan pembiayaan perbankan syariah akan cenderung lambat. Sebagaimana tampak
pada Gambar 2, nilai aset perbankan perbankan syariah pada triwulan IV 2008
diperkirakan mencapai Rp 36,93 trilyun. Begitu juga, nilai DPK yang dihimpun
dan pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah, diperkirakan mencapai
masing-masing Rp 28,98 trilyun dan Rp 29,37 trilyun. Penelitian ini belum
memperhitungkan kemungkinan dampak program akselerasi pengembangan
perbankan syariah yang didukung oleh Bank Indonesia (misalnya, Festival
Ekonomi Syariah yang diselenggarakan di berbagai kota dan penetapan
Rancangan Undang-undang tentang Perbankan Syariah menjadi Undang-undang
di Dewan Perwakilan Rakyat), oleh karena itu ada harapan bahwa realisasi
kenaikan indikator-indikator perbankan syariah pada akhir tahun 2008 akan lebih
besar.
Berdasarkan informasi yang berkembang, pada tahun ini beberapa pemain
baru akan memasuki pasar perbankan syariah, seperti ABN Amro, Bank Central
Asia (BCA), dan Bank Sinar Mas. 2 Begitu pula, pemain-pemain lama
mempertimbangkan untuk meningkatkan status layanan usaha mereka dari unit
usaha syariah menjadi bank umum syariah, baik melalui spin-off, merger, maupun
akuisisi.3 Bila hal ini terwujud, maka besar kemungkinan tingkat pertumbuhan
aset, DPK, dan pembiayaan perbankan syariah akan semakin cepat. Dengan
demikian, target Bank Indonesia untuk mewujudkan pangsa pasar perbankan
syariah sebesar lima persen –meskipun sangat berat– mungkin sedikit banyak
akan mendekati kenyataan.
Tags:
Bisnis Syariah