Salah satu mispersepsi umum tentang sistem ekonomi islami adalah bahwa
sistem ini merupakan “perpaduan” atau “jalan tengah” di antara sistem ekonomi
kapitalis dan sistem ekonomi sosialis.1 Pandangan semacam ini pada awalnya
memang tidak dapat terhindarkan karena: Pertama, gagasan tentang sistem
ekonomi islami mulai disampaikan para pemikir muslim di tengah-tengah
berlangsungnya pertarungan ideologis kapitalisme versus sosialisme. Merujuk
pada sejarah ekonomi islami kontemporer yang ditulis Ahmad (1997), tahap-tahap
awal pengembangan ekonomi islami terjadi pada kurun 1950-an hingga 1980-an,
di mana pada saat yang sama kapitalisme dan sosialisme masih kokoh dan
berhadap-hadapan diametral. Kedua, secara kebetulan, sebagian inti gagasan
ekonomi islami mengandung persamaan dengan inti gagasan yang telah ada dalam
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, sehingga inti gagasan
ekonomi islami yang disampaikan dianggap tidak lebih sebagai hasil “comotan”
dari sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis.
Meskipun demikian, sistem ekonomi islami adalah sistem ekonomi yang
“asli” bersumber pada nilai-nilai ajaran Islam (lihat di antaranya, Maudoodi,
1984; Nabhani, 2000). Sistem ekonomi islami dibangun di atas keyakinan dasar
bahwa alam dan segala isinya termasuk manusia adalah ciptaan Allah swt, dan
bahwa sebagai makhluk dan khalifatullah fil ardh, manusia berkewajiban
menjalankan dua tugas utama, yaitu bertauhid kepada Allah (rububiyah, uluhiyah,
maupun mulkiyah) dan memakmurkan dunia sesuai dengan cara-cara yang
diperintahkan-Nya. Begitu juga, sistem ekonomi islami didasarkan pada
keyakinan bahwa Muhammad saw adalah rasul dan utusan Allah, pembawa kabar
gembira sekaligus uswatun hasanah bagi seluruh manusia.
Keyakinan-keyakinan ini membawa konsekuensi pada pemahaman bahwa
setiap upaya untuk menata perekonomian harus sesuai dengan ketetapanketetapan
Allah swt sebagaimana termaktub di dalam al-Quran. Begitu juga,
dalam tataran rinci, upaya-upaya untuk menata perekonomian harus disandarkan
pada contoh-contoh yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad saw
sebagaimana termuat dalam sunnah-sunnahnya.
Dari sini, para pemikir ekonomi islami telah mencoba mengambil inti-inti
ajaran Islam di bidang ekonomi, yang meskipun beragam secara klasifikatif, tetapi
praktis tidak mencerminkan pertentangan satu sama lain (di antaranya, Choudhury,
1986; Naqvi, 1994; Chapra, 2000). Dua norma utama yang dapat mewakili intiinti
ajaran Islam di bidang ekonomi tersebut adalah maslahah dan ‘adl. Maslahah
terkait dengan nilai absolut keberadaan barang, jasa, atau action (termasuk
kebijakan ekonomi) di mana kesemuanya harus memenuhi kriteria-kriteria yang
mengarah pada perwujudan tujuan syariah (maqashid al-syariah), yaitu
perlindungan agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Sementara, adil terkait
dengan interaksi relatif antara suatu hal dengan hal lain, individu yang satu
dengan yang lain, atau masyarakat tertentu dengan masyarakat lain.
Untuk mewujudkan kedua norma utama tersebut, diperlukan beberapa
institusi, yang mencakup antara lain: Pertama, bentuk kepemilikan yang
multijenis (Islam di satu sisi mengakui dan melindungi kepemilikan individu,
tetapi di sisi lain juga menekankan penghormatan atas kepemilikan bersama –
dalam konteks masyarakat ataupun negara). Kedua, insentif dunia plus insentif
akhirat sebagai pemotivasi untuk melakukan kegiatan ekonomi. Ketiga, kebebasan
berusaha. Keempat, pasar sebagai mekanisme pertukaran ekonomi (lihat d.a.,
Mannan, 1982; Islahi, 1985). Kelima, peran pemerintah untuk menjaga pasar
sedemikan rupa sehingga kemaslahatan dan keadilan dapat terwujud (lihat d.a.,
Jalaluddin, 1985; Kahf, 1998).
Di samping hal-hal di atas, beberapa instrumen juga digunakan sebagai
penopang kegiatan ekonomi dan kebijakan. Di antaranya adalah penghapusan riba
dan pendayagunaan zakat. Riba adalah setiap penambahan yang diambil tanpa
adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah (lihat
d.a., Chapra, 1984, 2000; Haque, 1995), sementara zakat adalah bagian dari harta
yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim untuk membersihkan dan
membersihkan harta sesuai dengan tuntunan Islam
Tags:
Bisnis Syariah