HARI SANTRI ANTARA SEREMONIAL DAN TANTANGAN



HARI SANTRI ANTARA SEREMONIAL DAN TANTANGAN

Oleh :
Ilham Fauzi, SH.
Dewan Pertimbangan Imta-Jogja
Ketua Umum Peduli Ayfami

Santri merupakan kata yang tidak asing bagi masyarakat khususnya masyarakat islam, yang biasanya kata santri sebutan bagi seorang yang mengikuti pendidikan agama islam disuatu tempat yang dinamakan Pesantren. Nurcholish Majdid berpendapat dalam bukunya yang berjudul “Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan” (Jakarta: Paramadina, 1997) “santri” asal kata sastrei (sangsekerta) yang berarti melek huruf, dikonotasikan santri adalah kelas literary, pengetahuan agama dibaca dari kitab berbahasa Arab dan diasumsikan bahwa santri berarti juga orang yang tau tentang agama (melalui kitab-kitab). Dan paling tidak santri dapat membaca Al-Qur’an, sehingga membawa kepada sikap lebih serius dalam memandang agama.

Perkataan santri juga berasal dari bagasa jawa (cantrik) yang berarti orang yang selalu mengikuti seorang guru kemanapun belajar dari guru mengenai sesuatu keahlian. Lebih lanjut  pesantren dan santri merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan yang asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukan tempat. Dengan demikian pesantren artinya “tempat para santri”. Selain itu, asal kata pesantren terkadang dianggap gabungan dari kata sant (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong) sehingga kata pesantren  dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik-baik”. Pendidikan di pesantren tidaklah hanya sebatas pendidikan spritual saja seperti belajar mengaji, nahwu, sharof dan belajar kitab-kitab kuning biasanya disebut Pesantren Salafi. Tentu berbeda dengan pondok pesantren moderen, santri tidak lagi belajar hanya sebatas mendalami pengetahuan agama melainkan pengetahuan sosial juga mereka dalami sama halnya dengan pendidikan SMP/SMA.

Perkembangan sejarah indonesia tidak terlepas dari perjuangan rakyat yang dikomando oleh kekuatan santri dan Ulama/Kyai yang ikut andil dalam mendirikan, mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebut saja tokoh KH Hasyim Asyari dari Nahdlatul Ulama yang pemikiran politiknya mejadi landasan perjuangan Bangsa Indonesia yang salah satunya  ialah  Fatwa  Jihad  yang selalu   dikobarkan   untuk   membebaskan   Indonesia   dari   kungkungan   kaum  penjajah.  Fatwa  jihad  itulah  yang  pada  akhirnya  menjadi  resolusi  jihad  dalam  sejarah  perjuangan  bangsa  Indonesia  melawan  penjajah tanggal 22 Oktober yang kemudian dijadikan tonggak unutuk “Hari Santri Nasioal” oleh Presiden Jokowi di Mesjid Istiqlal. KH Ahmmad Dahlan dari Muhammadiyah gerakan organisasi yang telah ikut serta dalam melawaan penjajah dan  merumuskan pancasila sebagai dasar Negara ini, Maka tidaklah heran jika Muhammadiyah dewasa ini dikatakan sebagai Organiasasi Pembaharuan, yang telah memberikan pencerahan melalui pemikiran dan bukti nyata baktinya kepada Agama, Nusa dan Bangsa.

Dan masih banyak lagi Santri dan ulama yang berperan terhadap Kemerdekaan Bangsa Indonesia seperti Hassan dari Persis, Ahmad Surkati dari Al-Irsyad, Mas Abdurahman Mathla'ul Anwar, Pangeran Diponogoro, Kyai Mojo, Kyai Nawawi Al Bantani, Kyai Ahmad Soorkati, Kyai Hasan Bandung, Cak Nyak Dien, Tengu Umar, Sultan Agung, Pangeran Senopati, Pangeran Hadiwijaya, Adipati Unus, Sultan Tenggono dan Raden Fatah yang kesemuanya merupakan santri yang berperan penting ketika Pra Kemerdekaan Republik Indonesia. Kemudian masih banyak contoh refrensi peran santri masa Kemerdekaan Republik Indonesia sebut saja Soekarno, Mohammad Hatta, Wahid Hasyim, Wahab Hasbullah, Kyai Bisri Syamsuri, Kyai Romli Tamim, Kyai Agus Salam, KH Mas Mansur, Kyai Usman Al Ishaqi, Bagus Hadikusumo, Bung Tomo dan Soedirman.

Dicetuskannya hari Santri Nasional yang jatuh pada tanggal 22 Oktober 2011 oleh Presiden Republik Indonesia Jokowi, merupakan bagian dari janji politik pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2015-2019 kepada Santri dan Komunitas Nahdhatul Ulama. Hal yang tidak bisa dinafikan oleh Presiden Jokowi bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah islam. Sehingga keikutsertaan Ummat Islamuntuk membangun Indonesia yang lebih baik lagi merupakan bagian utama yang harus diakomodasi oleh Presiden Jokowi. Keikutsertaan islam tidak hanya sebatas pada prinsip spritual melainkan aspek yang lebih besar lagi, dalam hal ini bisa dicontohkan islam juga berperan dalam dinamika pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, keamanan dan bahkan kedaultan terhadap suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari ajaran islam itu sendiri.

Jumlah penduduk indonesia menurut agama yang di anut Tahun 2010 :
No.
Agama
Jumlah Pemeluk (Jiwa)
1.
Islam
207 176 162
2.
Kristen
16 528 513
3.
Katolik
6 907 873
4.
Hindu
4 012 116
5.
Budha
1 703 254
6.
Kong Hu Chu
117 091
7.
Lainnya
299 617
8.
Tidak terjawab
139 582
9.
Tidak di tanyakan
757 118
Jumlah Keseluruhan
237 641 326
Sumber : Data Sensus Penduduk 2010 - Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

Apresiasi terhadap pemerintahan jokowi yang mencetuskan hari Santri Nasional tidaklah menjadikan euforia tanpa kontrol bagi kalangan santri dan ummat Islam. Sudah menjadi kebiasaan di Indonesia momentum hari Nasional hanya dijadikan sebatas Seremonial, dalam kata arti masyarakat memperingati hari Nasional dengan turun kelapangan dan mengibarkan atribut-atribut tanpa memberikan solusi dan masukan bagi pemerintahan terhadap kemajuan Islma di Indonesia. Dan yang perlu dikhawatirkan dengan adanya hari santri nasional merupakan bagian dari trik jokowi untuk meredam Ummat Islam agar tidak respon terhadap isu-isu pemerintahan yang lebih penting sehingga dengan adanya hari santri nasional merupakan bentuk balas budi. Jauh lebih bermakna hari santri nasional menjadi tantangan besar bagi kalangan santri dan ummat islam. (23 Oktober 2015)




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama