Teater Indonesia adalah seluruh kegiatan teater yang kini ada di Indonesia. Itu meliputi teater tradisional; teater rakyat; teater modern: baik yang berkiblat pada teater Barat maupun yang berakar pada tradisi Indonesia.
Dengan demikian bukan hanya randai, makyong, bangsawan, mendu, abdul muluk, arja, ludruk, mamanda, lenong, debus, wayang wong, wayang kulit dan sebagainya termasuk teater Indonesia. Seluruh kegiatan teater di Indonesia adalah teater Indonesia. Semua produksi Bengkel Teater, Teater Populer, ATNI, Asdrafi, Teater Indonesia, Teater Saja, Teater Populer, Teater Koma, Teater Gandrik, Teater Gapit, Teater Gadak-Gidik, Teater Aquilla, Teater Sae, Teater Kubur, Teater Nasional Medan, Bengkel Muda Surabaya, Teater Banjarmasin, Teater Denpasar, Teater Putih, Teater Ujungpandang, Bumi Teater, Studi Klub Teater Bandung, Teater Payung Hitam, Teater Mandiri, Teater Satu, Teater Garasi, Teater Satu dan sebagainya bahkan juga produksi The Jakarta Players yang berbahasa Inggris, di masa lalu, bisa disebut teater Indonesia.
Yang terjadi pada teater modern Indonesia sekarang dua hal: usaha menggali tradisi (bentuk dan jiwanya) dan memantapkan pasar. Penggalian kepada tradisi telah dlakukan dengan sengaja dan tak sengaja. Usaha tersebut nampak dengan jelas sejak berdirinya TIM. Dengan berkumpulnya segala kegiatan kesenian di TIM dari berbagai daerah dan dari berbagai jenis, termasuk dari mancanegara, telah terjadi interaksi yang menghasilkan puncak-puncak karya teater modern Indonesia sebagaimana yang tercatat pada pementasan Bengkel Teater, Teater Kecil, Teater Populer, STB, disusul Teater Mandiri, Teater Koma, Teater4 Saja, Teater Gandrik, Teater Payung Hitam, Teater Kubur, Teater Garasidan sebagainya,
Teater modern Indonesia kini bukan lagi hanya peniruan atau kelanjutan yang terlambat dari teater Barat. Teater modern Indonesia kini telah bertolak dari akar teaternya sendiri. Sebagian lewat jiwa teater tradisi sebagian dengan bentuk-bentuk, sebagian lagi penggabungan keduanya. Tanpa menolak kenyataan bahwa kegiatan teater modern yang berkiblat ke Barat sebagaimana yang pernah disulut oleh ATNI (Asrul Sani) , juga tetap hidup.
Dengan berkembangnya kegiatan teater modern secara berkesinambungan, pada kelompok-kelompok teater, proses penciptaan berlangsung terus. Meskipun mengalami pasang-surut bahkan kadangkala sempat terjadi panceklik (sebagaimana yang pernah diliput oleh majalah TEMPO -- pada tahun 70-an --) toh kehidupan teater modern sudah bersosok. Memasuki tahun 80-an, bertambah jelas: kegiatan teater modern bukan lagi hanya sekedar kegiatan amatiran, tetapi sudah menjurus ke profesional. Dimulai Teater Populer, kemudian dipacu oleh Bengkel Teater, akhirnya pasar teater mulai dicoba. Teater Koma kini adalah salah satu contoh yang menunjukkan bahwa pasar teater sudah ada walau masih senen-kamis.
Pembukaan pasar menjadikan kegiatan teater tidak lagi hanya sekedar ekpsresi kesenian tetapi barang komoditi. Kenyataan ini membawa beberapa kemungkinan. Pertama mengalirkan uang ke kocek orang-orang teater, yang memungkinkan produksi dapat disiapkan dengan sarana yang lebih baik. Yang
7
kedua, menjadikan pementasan kemudian berorientasi kepada produk akhir sebagai barang komoditi: laku atau tidak? Kedua kenyataan tersebut berdampak negatip dan positip. Tinggal bagaimana masing-masing kelompok menanggapinya.
Teater modern Indonesia kini sudah hadir dalam forum nasional sebagai kenyataan yang diperhitungkan di samping teater rakyat/tradisi. Peta internasional pun sudah mulai mencatat. Sebelumnya, mancanegara baru mengenal Indonesia lewat teater-teater tradisi/rakyat. Sukses pementasan Dongeng Dari Dirah di Prancis, merupakan pertanda bahwa teater modern Indonesia memiliki peluang banyak.
Tanggapan terhadap karya-karya Arifin C Noer, dengan diterjemahkannya Kapai-Kapai dengan pementasannya di mancanegera, menunjukkan bahwa peluang tersebut makin jelas. Pementasan Rendra dengan Bengkel Teater di Festival New York, juga bukti bahwa teater modern Indonesia memiliki "pasar" dunia. Teater Koma pernah diundang ke Tokyo tetapi batal karena tidak ada izin pemerintah. Sena dan Didi Mime diundang ke Jerman. Teater Mandiri, menjelajah Amerika, Jepang, Hong Kong, Singapura, Taiwan, Korea, Mesir, Ceko dan Bratislava. Demikian juga Teater Payung Hitam, Teater Gandrik, Teater Garasi melawat ke berbagai negara (Australia, Amerika. Banyak sutradara muda diundang ke Amerika dan jepang. Pada Festival Indonesia di Amerika (KIAS) 1990-1991, teater modern Indonesia, (Teater Mandiri dan Teater Kecil) dengan sambutan baik di beberapa kota Amerika.
Potensi teater modern Indonesia, termasuk naskah-naskah lakon asli sangat besar. Yang masih mandul adalah menejemen dan kritik. Keduanya yang berpotensi untuk menjadi mata rantai membentuk jaringan/pasar teater, serta mmacu berbagai eksplorasi teater sampai saat ini masih rawan. Hampir tak ada kritik teater. Yang ada hanya resensi dan laporan-laporan kecil yang seringkali keliru. Tak hanya kritik teater, kihidupan kritik seni di Indonesia juga menyedihkan. Itu sebabnya dalam Kongres Kesenian 1995 pembinaan kritik seni dianggap sebagai salah satu rekomendasi yang penting.
Kegiatan teater umumnya masih berkutat hanya pada membuat pertunjukan. Padahal pertunjukan memerlukan biaya, publikasi, sarana dan kehadiran penonton. Kesempatan berembuk, mendiskusikan, mempublikasikan, mengorganisir dan sebagainya yang tercakup dalam produksi masih terabaikan. Teater modern Indonesia tidak hanya memerlukan pemain, sutradara dan penulis naskah, tetapi juga produser, impresario, awak panggung yang professional, kritik dan tempat pertunjukan yang layak.
Teater Indonesia rata-rata baru menjadi alat untuk berekspresi. Pembinaan penonton terabaikan. Kehidupan seni pertunjukan bisa sehat, bila awak teaternya gigih dan penontonnya setia. Ini bukan hanya urusan produser, impresario dan para menejer, ini juga urusan pakar-pakar teater. Para penonton harus dipelihara. Harus ada keseimbangan antara usaha pencarian/pembaruan yang merupakan kebutuhan para aktivis teater dan usaha memupuk apreasi penonton serta usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan jumlah penonton.
Jalan yang terbaik untuk itu adalah dengan menjaga pengadaan/ penawaran berbagai jenis teater/tontonan pada setiap saat. Kehidupan teater ekperimental,
8
misalnya, harus selalu berdampingan dengan kehidupan teater yang mapan. Teater-teater yang menghibur harus dibarengi dengan kehadiran teater-teater yang mengejar pembaruan-pembaruan. Berbagai jenis/kecendrungan teater modern hidup berdampingan sementara teater tradisi dan teater rakyat juga sehat, itu berarti pasar teater harus segera diwujudkan.
Kegiatan teater modern Indonesia memusat di kota-kota besar seperti: Yogya,Malang, Surabaya, Denpasar, Singaraja, Mataram, Lampung, Palembang, Medan, Padang, Pakanbaru, Banjarmasin, Ujungpandang dan khsusnya Jakarta. Di situlah tersedia sarana. Tapi kalau mau jujur di Jakarta sendiri pun sarananya belum memadai. Hanya ada satu gedung yang bagus (GKJ). Ini menunjukkan kenyataan bahwa teater belum merupakan sesuatu yang diperhitungkan oleh pemerintah. Tak ada kerisauan bila di sebuah tempat tidak ada gedung pertunjukan. Sebagaimana juga kurangnya perhatian pada perlunya melindungi taman dari kebuasan nafsu pembangunan kota dengan gedung-gedung.
Tags:
Pengetahuan