Hijrah Sebagai Permulaan Pembangunan Peradaban Baru



             Makna hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan kaum Muslimin bukanlah sekadar usaha untuk melepaskan diri daripada tekanan kaum musyrikin Mekah semata-mata.  Ia lebih dari itu.  Hijrah boleh diertikan sebagai batu loncatan untuk membangun sebuah peradaban baru3.

            Peristiwa hijrah merupakan satu tanda kebenaran ajaran Nabi Muhammad SAW dan latihan bagi para pengikutnya.  Dengan proses ini, mereka mampu memikul tanggungjawab sebagai khalifah Allah di muka bumi ini, dengan melaksanakan hukum-hukum Allah, melaksanakan perintah-Nya dan berjihad di jalan-Nya.    Melalui proses hijrah ini, kaum Muslimin mempunyai peranan masing-masing dan terlibat dalam pembentukan kota Madinah, di mana sebelum ini, mereka adalah orang-orang yang tertindas di bumi Mekah.  Allah SWT menggambarkan keadaan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin yang ditindas di kota Mekah dalam firman-Nya yang berbunyi :


            “Dan ingatlah (hai orang Muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang Mekah akan menculik kamu” (Surah Al-Anfaal [8] : 26).

            Allah SWT telah memilih Madinah sebagai tempat hijrah kaum Muslimin.

            “Maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan kamu diberi-Nya rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur (Surah Al-Anfaal [8] : 26).

            Rasulullah SAW mengisyaratkan Madinah sebagai tempat hijrah melalui sabdanya yang berbunyi, “Tempah hijrah kalian sudah diperlihatkan kepadaku.  Aku melihat tanah bergaram dan ditumbuhi dengan pohon kurma, yang berada di antara dua gunung yang berupa dua Harrah” (HR Bukhari dan Muslim).

            Hijrah merupakan bukti ketulusan dan kekuatan iman kaum Muslimin.  Para muhajirin meninggalkan tanah kelahiran, harta, keluarga dan teman-teman mereka demi untuk memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya.  Proses hijrah terus berlangsung dan menjadi satu kewajiban bagi kaum Muslimin dan berakhir secara rasmi setelah Fathu Makah pada tahun ke-8 Hijrah.

            Al-Quran menyebut tentang kewajiban berhijrah ini dengan disertai penjelasan tentang keutamaan dan pahala besar bagi orang yang melakukannya dalam ayat berikut :

            “Dan sesiapa yang berhijrah pada jalan Allah (untuk membela dan menegakkan Islam), nescaya dia akan dapati di muka bumi ini tempat berhijrah yang banyak dan rezeki yang makmur dan sesiapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan berhijrah kepada Allah dan RasulNya, kemudian dia mati (dalam perjalanan), maka sesungguhnya telah tetap pahala hijrahnya di sisi Allah dan (ingatlah) Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani” (Surah An-Nisaa’ [4] : 100).

            Di samping itu, untuk menguatkan lagi perintah berhijrah, Allah SWT melarang kaum Muslimin yang mampu berhijrah daripada berhijrah dan memerintahkan agar mereka tetap tinggal di Mekah bersama kaum musyrikin, seperti yang disebutkan dalam ayat berikut :

            “Sesungguhnya orang-orang yang diambil nyawanya oleh malaikat semasa mereka sedang menganiaya diri sendiri (kerana enggan berhijrah untuk membela Islam dan rela ditindas oleh kaum kafir musyrik), mereka ditanya oleh malaikat dengan berkata: Apakah yang kamu telah lakukan mengenai agama kamu? Mereka menjawab: Kami dahulu adalah orang-orang yang tertindas di bumi.  Malaikat bertanya lagi: Tidakkah bumi Allah itu luas, yang membolehkan kamu berhijrah dengan bebas padanya? Maka orang-orang yang sedemikian itu keadaannya, tempat akhir mereka ialah Neraka Jahanam dan Neraka Jahanam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.  Kecuali orang-orang yang lemah (lagi uzur) dari kaum lelaki dan perempuan serta kanak-kanak, yang tidak berdaya upaya mencari helah (untuk melepaskan diri) dan tidak pula mengetahui sesuatu jalan (untuk berhijrah). Maka mereka (yang demikian sifatnya), mudah-mudahan Allah maafkan mereka dan (ingatlah), Allah Maha Pemaaf, lagi Maha Pengampun” (Surah An-Nisaa’ [4] : 97-99).

            Peristiwa hijrah itu menyebabkan keberagaman dalam penduduk Madinah.  Hijrah berakhir setelah Fathu Mekah, ketika Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak ada lagi hijrah setelah Fathu Mekah ini, tetapi jihad tetap berlaku.  Kalau kalian diperintahkan untuk berjihad, maka segeralah melakukannya” (HR Bukhari dan Muslim).

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama