PENTINGNYA PARALEGAL DESA (UU Desa)

PENTINGNYA PARALEGAL DESA
Oleh :
Ilham Fauzi, SH.

Keinginan pemerintah untuk memperluas kesejahteraan sampai “keakar rumput” yakni rakyat yang ada di desa dengan adanya keputusan kesepakatan politik antar pihak legisltif (DPR RI) dan Eksekutif (Pemerintah) yang melahirkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lahirnya UU 6/2014 di latar belakangi empat argumentasi.

Pertama, Argumetasi Historis, yang pada awalnya masa kolonial belanda sebutan Desa merupakan kesatuan masyrakat hukum dan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk mengelola dirinya sendiri. Trias politica yang diterapkan dalam negara-bangsa modern juga diterapkan secara tradisional dalam pemerintahan Desa. Sebagai contoh Desa-Desa di Jawa, mengenal Lurah (kepala Desa) beserta perangkatnya sebagai badan eksekutif, Rapat Desa (rembug Desa) sebagai badan legislatif yang memegang kekuasaan tertinggi, serta Dewan Morokaki sebagai badan yudikatif yang bertugas dalam bidang peradilan dan terkadang memainkan peran sebagai badan pertimbangan bagi eksekutif (Soetardjo Kartohadikoesoemo, 1984). Selanjutnya  secara historis, semua masyarakat lokal di Indonesia mempunyai kearifan lokal secara kuat yang mengandung roh kecukupan, keseimbangan dan  keberlanjutan, terutama dalam mengelola sumberdaya alam dan penduduk.

Kedua, Argumentasi filosofis-konseptual, sebelum adanya tata pemerintahan pusat maka desa terlebih dahulu ada, sehingga menjadi ujung tombak dalam setiap penyelenggaraan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, sehingga terwujudnya desa sebagai entitas lokal yang bertenaga secara sosial, berdaulat secara politik, berdaya secara ekonomi dan bermartabat secara budaya. Dengan adanya UU 6/2014 pemerintahan Desa merupakan instrumen untuk membangun visi menuju kehidupan baru Desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera. Ketiga, Argumentasi Yuridis, Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan dalam Pasal 18b adanya kesatuan masyarakat hukum adat. Kemudian dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan ”....,maka otonomi Desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari Desa itu sendiri...” Hal ini berarti bahwa Desa sebagai susunan pemerintahan terendah di Indonesia mempunyai identitas dan entitas yang berbeda dan perlu di atur tersendiri dalam bentuk Undang-Undang. Selain itu, usulan mengenai pentingnya Undang-undang mengenai Desa ini dikemukakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang kekuasaan legislatif.

Keempat, Argumentasi Sosilogis, untuk menciptakan masyarakat adil dan makmur seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia harus memulai paradigma pembangunan dari bawah (Desa) karena sebagian besar penduduk Indonesia beserta segala permasalahannya tinggal di Desa. Atau yang kita kenal “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan” sebagaimana termaktub dalam salah satu poin Nawa Cita yakni 9 agenda prioritas Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Berdasarkan data dari Kementerian Desa, dan Pembangunan Daerah Tertinggal pada APBN 2016 telah dianggarkan Dana Desa sebesar Rp 46,9 T yang akan disalurkan pada 74.754 Desa di seluruh Indonesia. Tentu ini merupakan angin surga bagi pembangunan desa kedepannya. memajukan perekonomian masyarakat di pedesaan, mengatasi kesenjangan pembangunan kota dan desa, memperkuat  peran penduduk desa dalam pembangunan serta meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa. Tapi sayangnya, antara teori dan praktik sangat jauh berbeda. Antara Das Sollen dengan Das Sein selalu saja ada gap yang secara otomatis menjadi sebuah permasalahan. Secara teoritis, tujuan dari pembentukan UU 6/2014  desa ini sudah sangat ideal, namun secara praktis atau pelaksanaan teknis, UU 6/2014 ini justru sangat berpotensi menimbulkan masalah baru.

Permasalahan penyelewengan dana desa merupakan fenomena baru yang terjadi di indonesia akibat dari adanya dana desa, sebut saja pada tahun 2015 enam kepala desa di Kabupaten Seram Bagian Timur, Maluku, ditetapkan menjadi tersangka atas dugaan korupsi penyalahgunaan dana desa. Dari total anggaran berkisar Rp. 250 juta - Rp 300 juta per desa, sekitar 30 persennya di salahgunakan (Kompas 12/05/2016). Begitu juga yang terjadi di derah Paranggupito, Wonogiri, Jawa Tengah Oknum Kepala Desa (Kades) Songbledek,  bernama Sutoto (34), resmi dinyatakan sebagai tersangka kasus korupsi dana desa pada APBDes tahun anggaran 2013 hingga 2015. Ia terbukti menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 416 Juta (Okezonews 08/06/2016).

Hampir semua kejadian yang ada terhadapan penyelewengan dana desa di sebabkan oleh ketiktahuan kepala desa dan perangkat desa dalam mengelola pendanaan desa. Walupun telah di bentuknya para pendamping desa untuk mendampingi para kepala desa dan perangkat desa dalam melakukan pengeglolaan dana desa tidaklah efektif karena pada prinsipnya pendampingi desa hanya sebatas pengelolaan seca eksternal lebih kepada rumusan dan tata cara penganggran dana desa. Tentu ini menjadi penyebab penyelewengan dana desa, dimana kepala desa dan perangkat desa tidak mengetahui seluk beluk hukum yang terkandung dalam melakukan kebijakan dana desa. Atas ketidak mampuan pedamping desa untuk mengakawal dana desa dari aspek hukum tentu dana desa tidak lagi menjadi solusi untuk pembangunan desa melainkan polusi baru untuk mengerogot dana desa.

Alhasil kepala desa dan perangkat desa menjadi korban atas ketidaktahuan apa yang mereka lakukan. Tentu ini, menjadi delema bagi kepala desa yang disatu sisi harus menyalurkan dana desa dalam bentuk penggaran dan pelaksanaan penggaran dana desa justru akan menghadapkan kepala desa dan perangkat desa akan dekat dengan jeruji penjara, dan disatu sisi kalau kepala desa dan perangkat desa tidak melaksanakan pelaksanaan anggaran dana desa menajadi catatan merah kedepannya oleh Gubernur/Bupati dalam pengalokasian dana desa.

Untuk menghilangkan atau setidaknya untuk meminimalisir penyalahgunaan dana desa maka diperlukan keikutsertaan paralegal. Paralegal adalah orang orang yang bisa mengoptimalisasi berbagai peluang untuk mengatasi persoalan-persoalan hukum yang ada didesa. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum telah memberikan legitimasi yuridis terhadap eksistensi Paralegal sebagai bagian dari pemberi bantuan hukum.

Di dalam Undang-Undang Bantuan Hukum, yang dimaksud dengan bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum. Bantuan hukum diberikan oleh lembaga bantuan hukum atau organisasi kemasyarakatan yang memberi layanan bantuan hukum, yang meliputi menjalankan kuasa, mendampingi, mewakili, membela, dan/atau melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum penerima bantuan hukum. Dalam pelaksanaannya, selanjutnya pemberi bantuan hukum diberikan hak melakukan rekrutmen terhadap Advokat, Paralegal, Dosen, dan Mahasiswa Fakultas Hukum. Inilah bentuk legitimasi yuridis terhadap eksistensi Paralegal dalam pemberian layanan bantuan hukum bagi masyarakat miskin atau kelompok masyarakat miskin yang berhadapan dengan masalah hukum.

Bila ditelusuri lebih jauh, terutama dilihat dari sejarah dan perkembangan Paralegal pada dasarnya merupakan seseorang yang bukan sarjana hukum, tetapi mengetahui masalah hukum dan advokasi hukum. Istilah Paralegal pertama kali dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1968 yang mengartikan Paralegal sebagai Legal Asistant yang tugasnya membantu seorang legal yaitu pengacara atau notaris dalam pemberian saran hukum kepada masyarakat dan bertanggungjawab langsung kepada legal. Untuk menjadi Legal Asistant diperlukan kualitas pendidikan tertentu, namun tidak dapat beracara atau mengesahkan suatu perbuatan hukum. Sedangkan di Indonesia Paralegal yang dikembangkan tidak dalam artian legal Asistant sebagaimana di Amerika Serikat, melainkan Paralegal yang bekerja untuk komunitas tertentu. Paralegal dilahirkan melalui serangkaian pendidikan secara komprehensif dan berkelanjutan guna  membangun kesadarannya, dengan harapan selanjutnya adalah mampu memperjuangkan pemenuhan hak-hak asasi dari komunitasnya melalui pemberian layanan bantuan hukum.

Dengan uraian diatas kedudukan Paralegal sahsecara hukum dan diakui oleh Negara untuk membantu menyelesaikan persoalan masalah hukum dalam pemberdayaan masyaraat desa. Untuk memperjelas arah ruang gerak Paralegal dalam pemberdayaan masayarakat desa dalam mengelola dana desa harus sesuai dengan ruang lingkup yang ditentuakan terlebih dahulu yakni Paralegal yang orientasinya mengadvokasi peraturan desa dalam rangka penataan aset desa dan Layanan bantuan hukum, paralegal bisa mendampingi kasus pidana atau perdata.

Dengan demikian, nantinya para masyarakat desa dalam mengelola keuangan desa diberikan ruang untuk bekerja sama dengan Organisasi Bantuan Hukum (OBH)  yang ada di daerahnya masing-masing. Kerjasama yang dimaksud, adalah OBH memberikan penyuluhan atau latihan-latihan hukum yang berorientasi pada penyaluran dana desa secara Legal Formal sekalisgus merekrut Paralegal yana ada di desa tersebut dan ditempatkan di desa itu. Untuk hal ini memerlukan tindak lanjut dari pemerintahan yakni adanya kerjasama antar tiga Kementerian, kerjasama Kementerian Desa, dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) utnuk mengeluarkan peraturan bersama tentang pemberdayaan hukum. Dan diharapkan juga Kemenkumham untuk membuat peraturan yang khusus tentang Paralegal. Untuk implementasinya Kementerian Desa, dan Pembangunan  Daerah Tertinggal mengeluarkan peraturan tentang  Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan menyusunan Modul pelatihan paralegal. Dengan demikian, terbentuknya Pemerintahan Desa yang berpihak pada upaya pencapaian Desa yang mandiri, demokratis dan sejahtera, yang semua ini menjadi fondasi lokal atas terbangunnya NKRI yang kuat, demokratis dan desentralistik.






Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama