Analisis Perda Nomor 05 tahun 2007 tentang LARANGAN PELACURAN KABUPATEN BANTUL

EFEKTIVITAS FUNGSI PENGAWASAN DPRD  TERHADAP IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH  NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG
LARANGAN PELACURAN KABUPATEN BANTUL

Oleh : Ilham Fauzi

Pendahuluan
Demokrasi di era otonomi daerah, dasa warsa terakhir diwarnai dengan maraknya proses legeslasi yang menghasilkan berbagai undang-undang dan peraturan serta kebijakan publik. Seperti mana yang di tuangkan dalam konsideran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah : bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia .

Pada tanggal 1 Mei Tahun 2007 DPRD telah mengketok palu Perda Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacuran di Kabupaten Bantul[1]. Merupakan upaya menjadikan Kabupaten Bantul Projotamansari sejahtera, demokratis dan agamis sesuai dengan visi yang ada. Selain itu diundangkannya Perda tersebut juga merupakan sebuah ikhtiar membersihkan kemaksiatan di Wilayah Bantul dan merupakan wujud kepedulian pemerintah Bantul kepada masyarakat khsusnya perempuan.

Dengan di berlakukannya Perda  Nomor 5 Tahun 2007, tidak serta merta menghilangkan kegiatan prostitusi di kabupaten bantul, mengigat dengan deretan kasus yang masih terjadi sepanjang Tahun 2010-2014. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Satpol PP Provinsi Yogyakarta  (Kamis, 2 Desember 2010 pukul 22.00 WIB) melakukan Operasi diseputar Cempuri, Parangkusumo, Kretek, Bantul. Kepala Satpol PP Kabupaten Bantul Drs Kandiawan,NA,MM mengatakan bahwa operasi penertiban ini dilakukan karena banyaknya aduan masyarakat yang menerangkan bahwa setiap malam selasa kliwon dan malam jum’at kliwon, diseputar cempuri Parangkusumo disinyalir banyak terjadi praktek prostitusi, dan setelah dilakukan operasi penertiban kali ini berhasil menjaring 15 orang PSK (Pekerja Seks Komersial)[2]. Kamudian pada hari Senin 20 Juni 2011 malam, Satpol PP kembali berhasil mengamankan tiga pasangan asusila yang ketahuan di kamar losmen. Selain itu, terjaring pula tujuh orang perempuan diduga PSK sedang menunggu tamunya di kompleks Cempuri, Parangkusumo, Parangtritis[3].

Dari kasus diatas menunjukkan Dass Solen (Perda No 05 Tahun 2007)  dan Dass Saen (fakta yang terjadi di lapangan) tidak berjalan seiringan, yang seharusnya ini merupakan tanggungjawab pemerintahan daerah kabupaten bantul.  Dalam  penjelasan umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah  berkaitan dengan butir : (4) pemerintahan daerah diuraikan, pemerintahan daerah adalah pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan daerah yang di lakukan oleh lembaga pemerintahan daerah yaitu pemerintahan daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD)[4]. Dan pelaksanaan penegakan hukumnya  ditugaskan kepada Satuan Polisi Pamong Praja, berdasarkan Pasal 10 ayat 1 Perda  5 Tahun 2007 yang berbunyi : Pelaksanaan penegakan hukum dalam pelaksanaan Perda ini ditugaskan kepada Satuan Polisi Pamong Praja.

Pemerintahan daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur pneyelenggara pemerintahan daerah berdasarkan Pasal I ayat 3 Undang-undang  Nomor 32 Tahun 2004, sedangkan Pasal 1 angk 4 menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Maka hal yang menarik untuk dikaji adalah sejauh mana efektivitas fungsi pengawasan DPRD Terhadap implementasi Perda  Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacuran di Kabupaten Bantul. Mengingat masih maraknya lokalisasi pelacuran di Kabupaten bantul khusunya Cempuri, Parangkusumo, Kretek, Bantul. Menurut Miriam Budihardjo fungsi legeslatif yang paling penting ialah :[5]
1.      Menentukan Policy (kebijakan) dan membuat undang-undang. Untuk itu lembaga perwakilan rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah dan hak angket
2.      Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan badan eksekutif sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk itu parlemen diberi hak kontrol khusus.
3.      Fungsi lainnya, meliputi fungsi ratifikasi (ratify), yaitu mensahkan perjanjian internasional yang dibuat oleh eksekutif.

Profil Singkat Kabupaten Bantul
Dilihat dari bentang alamnya, wilayah Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari utara ke selatan. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07º44'04" 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, di sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Kabupaten bantul merupakan salah satu dari lima daerah Kabupaten/kota di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tolok awal pembentukan wilayah Kabupaten Bantul adalah perjuangan gigih Pangeran Diponegoro melawan penjajah bermarkas di Selarong sejak tahun 1825 hingga 1830. Seusai meredam perjuangan Diponegoro, Pemeritah Hindia Belanda kemudian membentuk komisi khusus untuk menangani daerah Vortenlanden yang antara lain bertugas menangani pemerintahan daerah Mataram, Pajang, Sokawati, dan Gunung Kidul. Kontrak kasunanan Surakarta dengan Yogyakarta dilakukan baik hal pembagian wilayah maupun pembayaran ongkos perang, penyerahan pemimpin pemberontak, dan pembentukan wilayah administratif[6].

tanggal 20 Juli 1831 atau Rabu Kliwon 10 sapar tahun Dal 1759 (Jawa) secara resmi ditetapkan pembentukan Kabupaten Bantul yang sebelumnya di kenal bernama Bantulkarang. Seorang Nayaka Kasultanan Yogyakarata bernama Raden Tumenggung Mangun Negoro kemudian dipercaya Sri Sultan Hamengkubuwono V untuk memangku jabatan sebagai Bupati  Bantul.

Tanggal 20 Juli ini lah yang setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Jadi Kabupaten Bantul. Selain itu tanggal 20 Juli tersebut juga memiliki nilai simbol kepahlawanan dan kekeramatan bagi masyarakat Bantul mengingat Perang Diponegoro dikobarkan tanggal 20 Juli 1825. Pada masa pendudukan Jepang, pemerintahan berdasarkan pada Usamu Seireinomor 13 sedangakan stadsgemente ordonantie dihapus. Kabupaten Memiliki hak mengelola rumah tangga sendiri (otonom). Kabupaten Bantul secara administratif terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa dan 933 pedukuhan. Masing masing pembagian luas wilayah di tiap kecamatan serta jumlah desa pedukuhan dapat dilihat secara rinci pada tabel sebagai berikut :[7]

Tabel 1. Jumlah Desa, Dusun dan Luas kecamtan di Kabuapten Bantul
N0
Kecamatan
Jumlah Desa
Jumlah Dusun
Luas (Km2)
1
Srandakan
2
43
18,32
2
Sanden
4
6 2
23, 1 6
3
Kretek
5
52
2 6, 77
4
Pundong
3
49
23,6 8
5
Bambanglipuro
3
45
22,70
6
Pandak
4
49
24,30
7
Panjangan
3
55
33,25
8
Bantul
5
50
21,95
9
Jetis
4
6 4
24,47
10
Imogiri
8
72
54,49
11
Dlingo
6
58
55,87
12
Banguntapan
8
57
28,48
13
Pleret
5
47
22,97
14
Piyungan
3
60
32,54
15
Sewon
4
63
27,1 6
1
Kasihan
4
53
32,38
17
Sedayu
4
54
34,36
JUMLAH
75
933
50,85
Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Setkab.Bantul

Desa desa di Kabupaten Bantul yang terdapat pada tabel I di atas, dibagi lagi berdasarkan statusnya menjadi desa pedesaan (rural area) dan desa perkotaaan (urban area). Secara umum jumlah desa yang termasuk dalam wilayah perkotaan sebanyak 34 desa, sedangkan desa yang termasuk dalam kawasan perdesaan sebanyak 43 desa. Dengan perincian sebagai berikut :[8]

Tabel 2. Status Desa (pedesaan/perkotaan) Kabupaten Bantul 2008
No
Kecamatan
Pedesaan
Perkotaan
1
Srandakan
Poncosari
Trimurti
2
Sanden

Gadingsari
Srigading
Gadingharjo

Murtigading
3
Kretek
Tirtohargo

Parangtritis
Donotirto
Tirtosari

Tirtomulyo

4
Pundong
Seloharjo
Srihardono
Panjang rejo

5
Bambanglipuro
Sumbermulyo
Sidomulyo

Mulyodadi
6
Pandak
Catuharjo

Triharjo
Wijirejo
Gilangharjo

7
Bantul

Palbapang
Sabdodadi
Ringin harjo

Bantul

Trirenggo
8
Imogiri
Seloppamioro
Kebonagung
Sriharjo
Karangtalun
Karangtengah
Imogiri

Wukisari

Girirejo
9
Dlingo
Mangunan

Muntuk
Dlingo
Temuwuh

Jatimulyo

Terong

10
Jetis
Patalan
Trimulyo
Canden
Sumberagung
11
Pleret
Bawuran
Wonokromo
Wonoledo
Pleret
Sgoroyoso

12
Pinyungan
Sitimulyo
Srimulyo

Srimartani
13
Banguntapan
Tamanan
Baturetno
Jagalan
Banguntapan
Singosaren

Wirokerten

Jambidan

Pootorono

14
Sewon
Pendowoharjo
Bangunharjo
Timbulharjo
Panggungharjo
15
Kasihan
Tamantirto
Tirtonirmolo
Ngestiharjo

Bangunjiwo

1 6
Panjangan
Guwosari
Triwidadi

Sendangsari
17
Sedayu
Argodadi
Argosari
Argomulyo
Argorejo
Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Setda Kab.Bantul




Langkah langkah yang Dilakukan oleh DPRD Terhadap Pemerintahan Daerah Kabupaten Bantul Dalam Hal Pembentukan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2007.
Dalam melaksanakan fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bantul, ada beberapa proses yang harus dilakukan oleh DPRD sebelum Terbentuknya Peraturan Daerah. Yaitu dalam beberapa tahapan sebagai berikut :

  1. Perencanaan Pembentukan Peraturan Daerah
Perencanaan pembentukan peraturan Daerah ditetapkan dalam Prolegda[9] (program legeslasi daerah) yang memuat tentang program pembentukan peraturan daerah yang didasarkan atas perintahan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi / rencana pembangunan daerah / penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantu dan aspirasi masyarakat daerah yang ditetapkan dengan keputusan DPRD dalam rapat paripurna DPRD.

Prolegda usulan dari Bupati  yang dikoordinasikan oleh bagian hukum  yang  dilaksanakan dalam forum prolegda dan mengikutsertakan instansi vertikal terkait serta masyarakat baik yang disampaikan secara tertulis maupun lisan. Kemudian hasil pembahasan penyusunan prolegda disampaikan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbangda) sebagai bahan perencnaan program dan penganggaran.

 Adapaun prolegda yang akan disampaikan dengan disertai rancangan peraturan daerah harus memberikan alasan, dengan ketentuan sebagai berikut :
a)     Urgensi dan tujuan penyusunan
b)     Sasaran yang ingin diwujudkan
c)      Pokok pikiran, lingkup, atau obyek yang akan diatur
d)     Jangkauan serta arahan pengaturan

Prolegda usulan dari DPRD  yang dipersiapkan oleh Balegda dan difasilitasi oleh  sekretariat DPRD  dan dilaksanakan dalam forum prolegda DPRD  yang menerima usulan dari anggota DPRD, fraksi dan / atau alat kelengkapana DPRD dan dapat mengundang perwakilan dari masyarakat.,
Usulan prolegda disampaiakan secara tertulis dengan menyebutkan judul rancangan peraturan daerah disertai dengan alasan yang membuat :
a)     Urgensi dan tujuan penyusunan
b)     Sasaran yang ingin diwujudkan
c)      Pokok pikiran, lingkup, atau obyek yang akan diatur
d)     Jangkauan serta arahan pengaturan

Prolegda usulan dari Bupati  dan DPRD dibahas dalam rapat kerja antara balegda dengan bagian hukum yang kemudian mengahasilakan rancangan prolegda dan ditetapkan oleh DPRD dalam rapat paripurna yang kemudian disampaikan kepada Bupati .

  1. Penyususnan Naskah Akademik
Naskah akademik adalah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan peraturan daerah sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Dalam hal pengajuan rancangan peraturan daerah harus disertai dengan penjelasan atau keterangan naskah akademik yang melibatkan tenaga ahli atau konsultan yang mempunyai kapasistas di bidangnya.

  1. Persiapan Pembentukan Peraturan Daerah
Konsepsi rancangan peraturan daerah yang berasal dari Bupati  yang dikoordinasikan oleh bagian hukum harus terlebih dahulu diharmonisasikan, kebulatan dan kemantapan konsepsi melalui forum konsultasi hukum[10].  kemudian disampaikan secara tertulis kepada DPRD disertai dengan penjelasan atau keterangan dan  / atau naskah akademik dengan surat pengantar terkait perjabat yang ditunjuk untuk mewakili Bupati . Pimpinan DPRD memberitahukan kepada badan musyawarah daerah kepada seluruh anggota DPRD

Sedangkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD dapat diusulkan oleh anggota DPRD, Komisi, Gabungan Komisi, atau Balegda dengan mempersiapkan konsepsi rancangan peraturan daerah yang akan diajukan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai penjelasan atau keterangan dan / atau naskah akademik, daftar nama, dan tandatangan pengusul, dan diberikan nomor pokok oleh sekretariat DPRD. Kemudian pimpinan DPRD menyampaikan kepada balegda untuk dilakukan pengkajian  yang akan disampaikan dalam rapat paripurna DPRD yang selambat lambatnya 7 hari diberikan kepada semua anggota DPRD sebelum rapat paripurna DPRD.

Adapun rancangan peraturan daerah yang berasal dari DPRD, harus memenuhi tahapan sebagai berikut :

a)     Penyusunan rencana kerja ditingkat inisiator
b)     Inventarisasi data dan pemaparan konsep naskah akademik dan draft Raperda  di tingkat insiator
c)      Melengkapi data empirik naskah akademik dan draf Raperda  dengan dinas instansi terkait
d)     Menyusun naskah akademik dan draft Raperda  di tingkat inisiator
e)     Konsultasi
f)       Workshop
g)     Peneyempurnaan draft Raperda  dengan dinas instansi terkait
h)     Public hearing
i)       Study komparasi
j)       Finalisasi draft Raperda 
k)     Menyampaikan naskah akademik dan draft Raperda inisiatif kepada pimpinan DPRD

Pengusulan rancangan peraturan daerah ditetapkan dengan keputusan DPRD dalam rapat paripurna yang dilakukan setelah paripurna DPRD tentang penetapan Prolegda. Adapun yang dibahas dalam rapat paripurna :
a)     Pengusul memberikan penjelasan
b)     Fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan dan
c)      Pengusulan memberikan jawaban atau pandangan Fraksi dan anggota DPRD lainnya. Yang kemudian racangan peraturan daerah menjadi usulan inisiatif DPRD dapat di setujui tanpa perubahan atau disetujui dengan perubahan atau ditolak.

Berkaitan dengan rancangan peraturan daerah usulan inisaif DPRD yang disetujui tanpa perubahan, pimpinan DPRD mneyampaikan kepada Bupati  sekurang kurangnya 7 hari sebelum dilakukan pembahasan pada pembicaraan tingkat I. Rancangan peraturan daerah yang telah disetujui sebagai prakarsa DPRD selanjutnya dikonsultasikan ke Gubernur. Adapun rancangan peraturan daerah usulan inisiatif DPRD yang disetujui dengan perubahan, pimpinan DPRD menugaskan kepada pengusul untuk menyepurnakan rancangan peraturan daerah tersebut dalam jangka waktu 15 hari dalam masa sidang, dan dapat diperpanjang oleh badan musyawarah untuk jangka waktu palaing lama 15 hari dalam masa sidang dengan permintaaan tertulis dari pengusul. Rancangan peruturan dengan yang telah disempurnkan pengusul disampaikan oleh pimpinnan DPRD kepada Buapati sekurang kurangnya 7 hari sebelum dilakukan pembahasan pada pembicaraan tingkat I.

Dalam hal rancangan peraturan daerah ususlan inisiatif DPRD Bantul, pimpinan DPRD menetepakan alat kelengkapan yang diteugaskan kepada panitia khusus (PANSUS) yang dibentuk dan ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD sebelum pembicaraan rancarang peraturan daerah pada tingkat I.

  1. Pembahasan Peraturan Daerah
Rancangan peraturan daerah kabupaten Bantul yang diusulakan oleh DPRD dan Bupati  dibahas untuk mendapat persetujuan bersama dengan melibatkan masayakat baik secara tertulis maupun secara langsung melalului rapat dengar pendapat umum, kunjungan kerja, sosialaisasi, seminar, lokakarya dan diskusi[11].

Rancangan peraturan daerah kabupaten Bantul yang dibahas bersama degan DPRD dan Bupati  dapat dilakukan melalui 2 tingkatan pembicaraan :
a)     Pembicaraan tingkat I
Dalam hal Raperda  yang berasal dari Bupati  Bantul dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
1.      Penjelasan Bupati  dalam  rapat paripurna DPRD mengenai rancangan peraturan daerah
2.      Pemandangan umum fraksi terhadap rancangan peraturan daerah
3.      Tanggapan atau jawaban Bupati  terhadap pemandangan umum fraksi
Dalam hal rancangan peraturan daerah barasal dari DPRD Bantul dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
1.      Penjelasan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai rancangan peraturan daerah
2.      Pendapat Bupati  atau yang mewakili terhadap rancangan peraturan daerah
3.      Tanggapan atau jawaban fraksi terhadap pendapat Bupati 

Hasil pembahasan dari rapat komisi, gabungan komisi atau Pansus yang dilakukan bersama Bupati  kemudian disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD  dan selanjutnya diteruskan ke fraksi fraksi, yang kemudaian fraksi menyusun pendapatnya. Hasil pembahasan tersebut dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan melibatkan Badan Anggaran terkait Raperda  APBD dan badan legeslasi daerah untuk Raperda  lain  dan rencana usulan tambahan.
b)     Pembicaraan tingka II
  1. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPRD yang didahului dengan penyampaian laporan pimpinan Pansus yang berisi proses pembahasan, pendapat fraksi dan hasil pembicaraan (keputusan diambil berdasarkan musyawarah apabila tidak tercapai maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak)
  2. Pendapat akhir Bupati  terhadap rancangan peraturan daerah

Perihal Rapaerda yang berasal dari DPRD Bantul, maka pimpinan Pansus memberikan penjelasan atau keterangan atas rancangan peraturan daerah serta tanggapan atas pertanyaan dari SKPD yang mewakili Bupati . Terkait dengan rancangan peraturan daerah yang berasal dari Bupati , SKPD yang mewakili Bupati  untuk membahas rancangan peraturan daerah memberikan penjelasan atau keterangan atau rancangan peraturan daerah serta tanggapan atas pertanyaan panitia khusus.

Pansus terkaitan dengan pembentuak rancangan peraturan daerah mempunyai wewenang untuk meminta SKPD yang mewakili Bupati  agar memanggil SKPD lainya atau pimpinan lembaga pemerintah daerah non SKPD dalam rapat kerja atau mengundang masyarakat dalam rapat dengar pendapat umum untuk mendapatkan masukan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang di bahas. Selain itu Pansus mempunyai wewenang untuk mengadakan konsultasi ke pemerintah pusat atau kujungan kerja ke DPRD pemerintahan daerah lainnya atau lembaga terkait dalam rangka untuk m6bah refrensi masukan sebagai bahan penyempurnaan materi rancangan peraturan daerah[12].

5.      Penetapan Peraturan Daerah
Perihal rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama, maka pimpinan DPRD menyapaikan kepada Bupati  7 hari sejak tanggal persetujuan bersama untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. Dalam janga waktu paling lama 30 hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui Bupati  berkewajiban membubuhkan tanda tangan, dan apabila dalam prosesnya Bupati  tidak mentanda tanganin maka secara otomatis rancangan peraturan daerah sah menjadi peraturan daerah (pengesahannya berbunyi : peraturan daerah ini dinyatakan sah) dan diundangkan dalam lembaran negara.

Kendala yang dialami selama proses penelitian yakni berkitan dengan dokumentasi pembahan RAPERDA  tentang larangan pelacuran[13] di kabupaten Bantul yang sudah tidak terdokumentasi (laporan hasil pembahasan PANSUS III )  dan ditambah lagi ketidak terbukaan bagian dokumentasi rapat DPRD bantul, tercermin dari tidak diberikan kesempatan untuk memfotocopy hasil rangkaian rapat DPRD terkaitan dengan RAPERDA  tentang larangan pelacuran. Adapun kendala berikutnya terkait dengan panitia khusus (PANSUS)  III yang telah di bentuk untuk membahas RAPERDA  tentang larangan pelacuran, kesulitan yang dialami karena PANSUS yang berjumlahkan tujuh orang terdiri dari ketua, wakil, sekretaris dan 4 anggota tidak lagi sebagai anggota DPRD kabupaten Bantul. Melainkan hanya satu orang yang masih berstatus sebagai anggota DPRD kabupaten Bantul[14].

Adapun susunan PANSUS III membahas RAPERDA  Tentang Larangan Pelacuran sebagai berikut[15]:
NO
NAMA ANGGOTA DPRD
JABATAN
1
Dr. H Edy susila
Ketua
2
Slamet bagyo.SE.,Sip.
Wakil
3
Jupriyanto.S.Si.
Sekretaris
4
Eko Julianto Nugroho, S.E.
Anggota
4
Tustiyani.SH.
Anggota
5
Sutakat HS
Anggota
E
Surotun
Anggota
7
Aswandiyah
Anggota

Ada 6 fraksi yang terlibat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacuran di Kabupaten Bantul, sebagai berikut :[16]
1.      Fraksi  partai amanat nasional (PAN)
2.      Fraksi partai demokrasi indonesia perjuangan (PDIP)
3.      Fraksi partai kebangkitan bangsa (PKB)
4.      Fraksi partai golongan karya (Golkar)
5.      Fraksi partai keadilan sejahtera (PKS)
6.      Fraksi Kesatuan Baru 

Keseluruahan fraksi sangat mengapresiasi  terhadap langkah yang sangat baik dari pemerintahan daerah yang memiliki rencana pelarangan pelacuran di Kabupaten bantul, pariwisata yang merupakan salah satu sektor andalan bagi pemerintah daerah selama ini citranya menjadi negatif dengan adanya proses prostitusi di beberapa kawasan pariwisata, semoga dengan langkah yang akan ditempuh ini samakin memajukan sektor pariwisata ini serta konsep agamis kabupaten bantul dapat di wujudkan.[17]

 Dengan adanya rencana larangan pelacuran di Kaputen Bantul sejalan dengan sesanti Bantul Projotamansari sejahtera demokratis dan agamis. Sekaligus Perda larangan palacuran di Kabupaten Bantul sebagai wujud kepastian hukum terhadap proses pemeberantasan kegiatan kepelacuran yang masih dapat ditemui di wilayah Kabupaten Bantul. Perda tersebut semestinya memuat prinsip prinsip ketegasan dalam proses penegakkana.[18]
Walaupun realialitanya larangan pelacuran di Kabupaten Bantul tidak terlepas dari hukum mekanisme pasar bahwa adanya supply karena adanya demand sebagaimana komoditas jasa yang lainnya, artinya bahwa sepajng pembeli jasa pekerja seks komersial (PKS) tidak ada maka penjajakan hilang dengan sendrinya. Oleh karena itu yang lebih penting disamping adanya peraturan daerah yang melarang pelacuran tersebut adalah bagaimana menumbuhkan nilai dan moralitas bahwa pembeli (penikmat) jasa PSK adalah perbuatan yang melanggar norma agama dan masyarakat serta perbuatan yang memalukan.[19]

Bahwa pelacuran merupakan perbutan yang merendahkan harkat dan martabat manusia, bertentangan dengan agama, ideiologi pancasial dan kesusilaan. Pelacuraaan akan berdampak pada timbulnya ganguan kesehatan, keamanan , ketertiban  serta meresahkan kehidupan masyarkat. Dalam proses jaring aspriasi yang dihadiri belasan elemen masyarakat dan dalam proses pembahasan bersama eksekutif tidak ada satupun diantara stkholder maupun elemen masyarakaat yang menyatakan keberatan atas kensideran ini, bahkan sangat mendukung sebagi landasan filosifis dan sosiologis yang sangat kuat terhadap keberatan perda ini anantinya. Dan tidak dipungkiri juga dengan adanya larangan pelacuran di Kabupaten Bantul adanya ganguan internal sendiri (oknum) juga adanya perlawanan yang tak pernah lelah oleh kelompok-kelokmmpk pro pelacuran (hasil studi banding). Dan harapan terbesar adalah bagaiana nantinya Satpol PP dapat melaksanakan dengan penuh persuasif dan konsisten.[20]

Rancangan peraturan daerah tentang larangan pelacuran di kabupaten bantul yang diusulkan oleh pemerintahan Kabupaten Bantul[21]  dalam hal ini Bupati  bantul, untuk segera disahkan menjadi peraturan daerah, di buktikan dengan PDIP telah berkerja sama dengan Radio Pesatuan Bantul (tanggal 10 sampai 12 /04/2007) dengan pertanyaan APAKAH PELACURAN DI BANTUL HARUS DIATUR ATAU DI LARANG ?. Jawabnnya adalah 20,1 % setuju pelacuran diatur (45 SMS) dan 79,9 % setuju pelacuran dilarang (79 SMS) jumlah ada 224 SMS”. Sendangkan fraksi Kesatuan Baru menyebutkan “mengapresisasi Bupati  atas pengusulan RAPERDA  tentang larangan pelacuran dalam hal ini sebagai top eksekutif Daerah, dan ini merupakan wujud dari visi menjadikan Kabupaten Bantul Projotamansari sejahtera, demokratis dan agamis”.[22]

Hasil surver dinas kesehatan kab bantul tahun 200 6 membuktikan bahwa dari pengambilan 378 sampel darah 158 secret vagina terdapat hasil VDRL 14, TPHA 14 dan HIV 1 6 serta GO 29 (Dari jumlah pelacuran di bantul antara lain pandansimo 45 orang, bolong 43 orang, parangkusumo 54 orang dan samas 6 7 orang sesuai data tahun 2005) hal ini dirasi sudah mengkhwatirkan di daerah bantul yang punya ethoskerja projotamansari, sejah tera, demokratis dan agamis.[23]

Hal tersebut juga ditegaskan oleh Dr. H edy Susial (ketua pansus III) bahwa adanya Perda Larangan Pelacuran merupakan bentuk kepedulian Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul untuk memberantas pelacuran yang ada di Kabupaten Bantul, sebagai bentuk perwujudan dari visi dan misi Kabupaten Bantul, yakni menjadikan Kabupaten Bantul Projotamansari yang demokratis, agama dan sejahtera.[24]

Eefektivitas fungsi pengawasan PDRD Bantul terhadap Perda Nomor 05 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacuran Dikabupaten Bantul
Berdasarkan Tata Tertib DPRD Kabupaten Bantul Nomor 1 Tahun 2014, yaang di maksud dengan DPRD adalah lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Bantul. Selanjutnya dijelaskan Pemerintahan Daerah adalah Bupati  dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabuapten Banul

Sebagai bagian dari unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Bantul DPRD mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.      Fungsi legeslasi, diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama Bupati 
2.      Fungsi anggaran, diwujudkan dalam membahas dan menyetujui rancangan anggaran pendapat dan belanja daerah bersama Bupati 
3.      Fungsi pengawasan diwujudkan dalam mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan APBD

Adapun tugas dan wewenang DPRD Kabupaten Bantul yang melaekat, adalah sebagai berikut :
1.      Membentuk peraturan daerah bersama Bupati
2.      Membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai APBD yang diajukan oleh Bupati 
3.      Melaksanakan pengawasan terhadp pelaksanaan peraturan daerah dan APBD
4.      Mengusulkan pengangkatan dan / atau pemberhentian Bupati  dan / atau wakil Bupati  kepada Menteri dalam negeri melalui Gubernur, untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan / atau pemberhentian
5.      Memilih wakil Bupati  dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Bupati 
6.      Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintahan daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah
7.      Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintahan daerah
8.      Meminta laporan keterangan peratanggungjawaban Bupati  dalam penyelenggara pemerintahan daerah
9.      Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerahh lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah
10.  Mengupayakan terlaksanyanya kewajiban daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan
11.  Penyelenggarakan Paripurna Istimewa Pelantikan Bupati  dan Wakil Bupati 
12.  Membahas, mengawasi dan memonitoring terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK
13.  Melaksankan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang undangan

Dalam hal pelaksanaan tugas dan wewenang pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan APBD, dilaksanakan dengan keputusan Pimpinan DPRD. Yakni :
1.      Dengar pendapat
2.      Kunjungan kerja
3.      Pembentukan panitia khusus

Adapun fungsi pengawasn DPRD meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Bupati  dalam penyelenggara Pemerintahan Daerah dapat dilaskan dengan mekanisme sebagai berikut :
1.      Laporan keterangan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran disampaikan kepada DPRD dalam rapat paripurna paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir
2.      Laporan keterangan pertanggungjawaban akhir masa jabatan disampaikan kepada DPRD paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah pemeberitahuan DPRD perihal berakhir masa jabatan Bupati  yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan paraturan perundang undangan
3.      Dalam hal penyampaian LKPJ akhir masa jabatan waktunya bersamaan dengan LKPJ akhir Tahun Anggaran atau berajarak 1 (satu) bulan, penyampaian LKPJ Akhir Tahun Anggaran disampaikan bersama dengan LKPJ akhir masa jabatan.

Anggota DPRD mempunyai hak :
1.      Mengajukan rancangan peraturan daerah
2.      Mengajukan pertanyaan. Setiap anggota DPRD dapat mengajukan pertanyaan kepada pemerintahan Daerah berkaitan dengan fungsi, tugas dan wewenang DPRD baik secara lisan maupun tertulis
3.      Menyampaikan usul dan pendapat. Setiap anggota DPRD berhak mengajukan usul dan pendapat kepada pemerintahan Daerah maupun kepada Pimpinan DPRD dengan memperhatikan tatakrama, etika, moral, sopan santun dan kepatutan sesuai koede Etik DPRD
4.      Memilih dan dipilih. Setiap anggota DPRD berhak untuk memilih dan dipilih menjadi Anggota atau Pimpinan dari alat kelengkapan DPRD sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan
5.      Membela diri. Setiap anggota DPRD berhak membela diri terhadap dugaaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang undangan, kode etik dan peraturan Tata tertib DPRD
6.      Imunitas
7.      Mengikuti orientasi dan pendalaman tugas
8.      Protokoler
9.      Keuangan dan administratif

DPRD bantul mempunyai hak sebagai berikut :
1.      Hak interplasi
2.      Hak angket
3.      Menyatakan pendapat

Hak interplasi yang di maksud adalah hak DPRD utnuk meminta keterangan kepada Bupati  mengenai kebijakan pemerintah Daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Diuslakan oleh paling sedikit 7 (tujuh) orang Anggota DPRD dan lebih dari 1 (satu) fraksi dan disampaikan kepada Pimpinan DPRD disertai dengan dokumen yang memuat materi kebijakan dan / atau pelaksanaan kebijakan daerah yang akan dimintakan keterangan dan alasan pemintaaan keterangan.  Dalam hal Bupati  tidak dapat hadir untuk memberikan keterangan maka Bupati  dapat menugaskan pejabat terkait untuk mewakili.
Hak angket yang dimaksud adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintahan Daerah yang penting dan strategi serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Adapun hak menyatakan pendapat adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan Bupati  atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disetai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interplasi dan hak angket.

Adapun kewajiban anggota DPRD mempunyai kewajiban :
1.      Memegang teguh dan mengamalkan pancasila
2.      Melaksanakan UUD 1945 dan menaati peraturan perundang undangan
3.      Mempertahankan dan memilihara kerukunan nasional dan keutuahan NKRI
4.      Menadahulukan kepentengan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
5.      Memperjuankan peningkatan kesejahteraan rakyat
6.      Menaati prinisp demokrasi dalam penyelenggara pemerintahan daerah
7.      Menaati tata tertib dan kode etik
8.      Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain dalam penyelegaaraan pemerintahan daerah
9.      Menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala
10.  m6pung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat
11.  memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannaya

Konsultasi antara DPRD dengan pemerintahan daerah dilaksankan dalam bentuk pertemuan anta pimpinan DPRD dengan Bupati . Dilaksankan dalam rangkat :
1.      pembicaraan awal mengenai materi muatan rancangan peraturan daerah dan / atau rancangan kebijakan umum anggaran serta prioritas dan plafon anggaran sementara dalam rangka penyusunan rancangan anggaran pendapat dan belanja daerah
2.      pembicaraan mengenai penanganan suatu masalah yang memerlukan keputusan/kesepakatan bersama DPRD dan pemerintahan daerah berdasarkan peraturan perundang - undangang
3.      permintaan penejelasan menganai kebijakan atau program kerja tertentu yang ditetapkan atau dilaksanakan oleh Bupati 

Dari uraian diatas telah jelas nampak ada 3 komponen yang terlibat dalam proses dan pelaksanan Perda Nomor 5 Tahun 2007. Yakni :

1.      Pemerintah Kabupaten Bantul
Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati , atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Dalam hal ini Pemerintahan sebagai top Eksekutif telah mengusulkan Raperda  Larangan Pelacuran di Kabupaten Bantul yang telah melalui rangkaian proses, mualai dari perencanaan pembentukan peraturan daerah, penysusunan naskah akademik, pembentukan peraturan daerah, pembahasan peraturan daerah dan penetapan peraturan daerah. Negara dalam hal ini Gubernur atau Pemerintahan Kabupaten Bantul mempunyai hak untuk memaksakan suatu peraturan terhadap larangan amoral.[25]

Prostitusi atau pelacuran selalu menggiring pikiran dan imaji orang seksualitas yang titabukan atau dinistakan, hal ini karena secara moral dianggap bertentangan dengan nilai agama dan kesusilaan, berangkat dari argumen itu pula Perda larangan pelacuran di Kabupaten Bantul . tidak jauh berbeda dengan Perda larangan pelacuran yang ada di Tanggerang yang telah di undangkan terlebih dahulu, bahwa salah satu faktor utama dibentuknya Perda adalah menjadikan Kota Tanggerang yang agamis sebagai penunjang gerakan menjadikan Kota Tanggerang berakhlakul karimah. Begitu pula Kabupaten Bantul mempunyai visi misi mejadikan Kabupaten Bantul Projotamansari sejahtera, demokrasi dan agamis. Dengan adanya Perda tersebut setidak dapat menghilangkan atau setidaknya mengurangi jumlah perlacuran yang ada di Kabupaten Bantul. Penanganan yang dilakukan oleh Pemerintahan Kabupaten Bantul dalam menghilangkan prostitusi di wilayahnya adalah dengan memotong sistem pelacuran yang ada di sana, mulai dari backing (yang menyediakan tempat bagi kegiatan prostitusi), mucikari, calo dan juga pelacuran itu sendiri.

Dari data yang penulis analisis, dapat disimpulkan pada prinsipnya dengan adanya Raperda  larangan pelacuran yang ada di Kaupaten Bantul  merupakan inisiatif dari Bupati  Bantul sebagai bentuk untuk meralisasikan visi misi mejadikan Kabupaten Bantul Projotamansari sejahtera, demokrasi dan agamis. Namun pada realita dilapangan masih banyak terjaring razia oleh Satpol PP[26]dikarenakan tidak konsistennya pemerintahan dalam melaksankan Perda tersebut.  Dengan adanya kepentingan-kepentingan di belakang baik secara internal (oknum pemerintah, oknum penegak hukum) maupun eksternal (LSM, Para pengusaha wisata) yang dapat memberikan pengaruhnya untuk  membeking para pekerja seksual. Tentu dengan alasan yang bergai macam mulai dari kebebasan dalam memilih pekerja dan mengatasnama kepentingan kalau sex merupakan bagian dari promosi  wisata yang ada di Kabupaten Bantul, dan pemerintahan tidak dapat membuktikan hal tersebut.[27]

2.      DPRD Bantul
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Sebagai bagian dari unsur penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Bantul DPRD mempunyai fungsi  Fungsi legeslasi, anggaran dan pengawasan.  Diwujudkan dalam membentuk Perda Larangan pelacuran di Kabupaten Bantul mualai dari perencanaan pembentukan peraturan daerah, penysusunan naskah akademik, pembentukan peraturan daerah, pembahasan peraturan daerah dan penetapan peraturan daerah dan bekerja sama dengan Pererintah Kabupaten Bantul dalam hal ini sebagai top eskekutif.
Fungsi pengawasan diwujudkan dalam mengawasi dan memberikan pemahaman[28]pembentukan dan  pelaksanaan peraturan daerah tentang larangan pelacuran di Kabupaten Bantul[29].  Dalam hal pengawasan pembentukan Perda larangan pelacuran di Kabupaten Bantul DPRD bantul telah melibatkan organisasi masyarakt yang ada di Kabupaten Bantul seperti NU, Muhammadiyah dan Front Pembela islam (FPI). Karena FPI yang ada di Kabupaten Bantul seringkali bertindak sendiri dengan melakukan razia, baik di kota Bantul maupun di kawasan pantai selatan. Menurut mereka jika Pemerintah yang menanganin hal tersebut lebih bisa diterima ketimbang Ormas (organisasi masyarakat).[30]

Terkait dengan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda larangan pelacuran di Kabupaten Bantul DPRD mempunyai 5 metode :
1.      DPRD Batul melakukan pegawasan terhadap SKPD
2.      Melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak yang terkait dalam hal ini pemerintahan dan Satpol PP
3.      Turun kelapangan utnuk memastikan apakah perda tersebut sudah berjalan dengan aturan formalnya
4.      Melakukan rapat paripuran, dalam hal ini diselenggarakan dengan Fraksi atau pemerintahan atau dengan Satpol PP
5.      Dan melibatkan media

Yang dapat penulis simpulkan dari penelitian ini, di mana DPRD yang mempunyai fungsi pengawasan terhadap Perda larangan pelacuran di Kabupaten Bantul dalam hal ini bekerja sama denga Satpol PP sebagai pelaksana Perda Nomor 5 Tahun 2007 tidak dapat menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Dapat dilihat dari DPRD hanya bekerja secara normatif yang terkadang mengalami kendala untuk melihat fakta realita yang terjadi di masyarakat. Karena kalau DPRD hanya bekerja secara normatif tentu bentuk pengawsan terhadap Perda Nomor 5 Tahun 2007 sebatas menggu laporan dari Satpol PP.

3.      Satpol PP[31]
Bahwa dalam rangka pelaksanaan Tugas, Pokok dan Fungsi Satpol PP Kabupaten Bantul, khsusunya di bidang penegakan Perda yaitu untuk menciptkan penyelenggaraaan pemerintahan, pembagunan serta kegiatan masyarakat yang kondusif marupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat, maka dengan adanya Perda Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacuran di Kabupaten Bantul memang diperlukan sebagai perangkat hukum dan dasar hukum untuk menindak adanya pelanggaran atas Perda tersebut, dikarenakan dalam lingkaran kegiatan pelacuran dipastikan akan adanya gangguan tatatertib di masyarakat , dan dalam rangka mewujudkan visi Kabupaten Bantul Projotamansari, Sejahtera, Demokrasi dan Agamis.[32]

Dijelaskan juga bahwa Satpol PP mempunyai misi dalam membantu Kepala Daerah untuk menciptakan suatu kondisi yang aman dan tentaram, tertb dan teratur, sehingga penyelenggaraaan pemerintahan di daerah dapat berjalan dengan lancar, selin itu masyarakat juga dapat melaksanaan kegiatannya dengan aman.  Dan dampak negatif dari Perda ini adala berbgai sektor kehidupan manusi, baik sosial, ekonomi, keamanan, sehingga harus dilakukan penertiban setiap saat dalam rangka memberikan efek jera bagi setiap orang yang melakukan pelacuran di wilayah Kabupaten Bantul. Begitu juga Perda ini mempunyai dampk fositif bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Kapubaten Bantul.

Satpol PP dalam melaksanakan tugas operasional sesua dengan SOP Satpol PP, yaitu Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Prosedur Satuan Polisi Pamong Praja. Adapun SOP dalam pelaksanaan dalam patroli adalah sebagai berikut :
1.      Tempat-tempat atau lokasi yang dianggap rawan
2.      Antar batas wilayah
3.      Tempat Keramaian / hiburan .
Adapun daerah yang masih banyak terjadi pelacuran di Kabupaten Bantul adalah :[33]
1.      Didaerah kawasan objek wisata : Pantai Parangtritis, Pantai Parangkusumo, Pantai Samas Dan Pantai Pandansimo
2.      Didaerah wilayah kecamatan-kecamatan yang berbatasan dengan kota Yogyakarta : pingggiran Kota Yogyakarta yaitu Kecamatan Kasihan, Kecamatan Sewon dan Kecamatan Banguntapan yang berupa jasa pelayanan salon, Spa dan Panti Pijat.

Dalam melaksanakan menegakan atas Perda Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacacuran di Kabupaten Bantul, maka Satpol PP dapat bekerjasama dengan mitra samping yaitu Kepolisian RI di wilayah hukum Kabupaten Bantul untuk melakukan kegiatan Patroli bersama/gabugangan dalam rangka menindakan dan penegakan atas Perda tersebut.  Dan apabila dalam pelaksanaan kegiatan patroli tersebut dilapangan menemukan adanya pelanggaran maka dengan dilengkapi surat tugas dapat melakukan penindakan untuk kemudian diserahkan kepada Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) yang ada di Satpol PP Kabupaten Bantul atau Penyidik Umum POLRI untuk diperoses dan dibuatkan BAP (berita acara pemeriksaan) secara singkat karena kepada para pelanggar Perda tersebut dikenakan sangkaan tindak pidana ringan (Tipiring) untuk kemudian diajukan kepengadilan. Hal ini untuk memberikan efek  jera terhadap bagi yang melanggar Perda tersebut[34].
Teguh Nur Triono juga menjelaskan Satpol PP selalu berkoordinasi dengan DPRD Kabupaten Bantul dan atau dengan dinas instansi lintas sektor yang terkait dan menjadi mitra keja dalam hal optimalisasi Perda Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Larangan Palcuran di Kabupaten Bantul. Hal ini ditunjukan apabila Satpol PP diundang rapat koordinasi dalam kaitannya terknis dengan komisi-komisi selalu ditanyakan perkembangan atas proses penegakan terhadap Perda yang dimaksud.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa perandan DPRD Kabupaten Bantul dalam hal pelaksanaan pengawasan yant di lakukan terhadap Perda Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacauran sudah dilakukan dengan cukup baik tetap belum optimal, hal ini dikaenakan DPRD Kapubaten Bantul dalam hal melaksanakan fungsi pengwasannya hanya sebatas formalitas. Jadi kelihatan kaku dalam pelaksanaan pada raalitannya. Dan ditambah lagi sebagian anggota DPRD Kabupaten Bantul yang terkesan setengah hati dalam melaksankan pengawasan bahkan tidak terorganisir dengan baik dan sering hanya bersifat formalitas semata.


Saran
 Sebagai penutup dalam penelitian ini, penysusun akan mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :
1.      Bagi DPRD Kabupaten Bantul
Hendaknya memperkuat kapasitas kelembagaan dan peningkatan kualitas sumberdaya anggota DPRD khusunya dalam menejalankan fungsi pengawasan legeslatif, dalam hal ini sebagai pelaksana dilapangan adalah Satpol PP . Dan perlunya dibangun semangat dan prinsip kebersamaan serta komunikasi dua arah yang terbuka dengan pihak eksekutif sehingga permasalah yang di hadapi untuk menerapkan Perda Nomor 5 Tahun 2007 bisa optimal.
2.      Bagi pemerintahan Kabupaten Bantul
Hendaknya pemerintahan Kabupaten Bantul dalam hal penerapkan Perda tidak hanya sebatas formalitas saja sebagai bagian dari fungsi Pemerintahan daerah dalam hal menerapkan Perda. Akan tetapi ada hal yang lebih besar, dimana Perda yang ditetapkan pemerintah harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat banyak. Karena bagaimana pun Perda Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacuran di Kabupaten Bantul berdampak fositif maupun negatif terhadap masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
A.M.Fatwa, 2009. Potret Konstitusi Pasca Amandemen UUD 1945. Jakarta : PT.Gramedia.
Charles Simabura, 2011. Parlemen Indonesia Lintas Sejarah Dan Sistemnya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Jimly Asshiddiqie, 2010. Perkembangan & Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,  Jakarta  : Sinar Grafika.
King Faisal Sulaiman, 2014. Dialektika Pengujian Pertaruran Daerah Pasca Otonomi Daerah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Moh.Mahfud MD. 2010. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi.  Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Munir Fuady, 2009. Teori Negara Hukum Modern (Rechtstaat). Bandung  :  PT Refika Aditama.
Mukti Fajar. Yulianto Achmad,  2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ni’matul Huda, 2012, Hukum Pemerintahan Derah,  Bandung  : Nusamedia.
Sarman. Mohammad Taufik Makarao,  2011.Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia,  Jakarata : Rineka Cipta.
Sefti Nur Wijayanti. Iwan Satriawan, 2009. Hukum Tata Negara Teori & Prakteknya Di Indonesia,  Yogyakarta  : Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.

Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-Undang 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2011 Tentang Standar Operasional Satuan Polisi Pamong Praja
Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 15 Tahun 1954 Tentang Penutupan Rumah-rumah Pelacuran
Peraturan Daerah Nomor 05 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacuran di Kabupaten Bantul
Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 20 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Pemebentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul
Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul No 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul

Internet
http://www.sumbarprov.go.id/detail_artikel.php? id=1158.Diunduh 18/10/2014 jam 11.00 Wib
http://digilib.uinsuka.ac.id/2513/1/BAB%20I,V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf, Diunduh 13/09/2014 jam 01.00 Wib
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Bantul. Diunduh 13/02/15/ Jam 15.35 Wib


 ditulis 11 Febuari 2015




[1]Perda ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, dengan melarang kegiatan pelacuran di seluruh wilayah Daerah. (Pasal 2)

[4] Sarman. Mohammad Taufik Makarao, 2011, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia ,  Jakarata : Rineka Cipta, hlm.79.
[5] Charles Simabura, 2011, Parlemen Indonesia  Lintas Sejarah Dan Sistemnya, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, hlm.29-30.

[8] Ibid
[9]King Faisal Sulaiman, Program legilasi daerah didefinisikan sebagai suatu instrumen perencanaan program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis. Mekanisme pembentukan peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam UU No.32 Tahun 2004 maupun UU P3 (UU N0.12/2011) pada intinya dapat eskplanasi sebaga berikut : a. Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapat persetujuan dengan DPRD yang subtansinya harus berkaitan dengan implementasi kebijakan otonomi daerah dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang undangan yang lebih tinggi, b. Suatu peraturan daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan / atau peraturan perundang undangan yang lebih tinggi serta Perda  dinyatakan berlaku secara sah bilaman telah diundangkan dalam lembaran daerah, c. Didalam pembentukannya, materi muatan dalam peraturan daerah hendaknya memperhatikan asas asas penting, d. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan Perda , e. Persiapan pembentukan, pembahasan dan pengesahan rancangan Perda  berpedoman kepada peraturan perundang  undangan.
[10]Peraturan DPRD Kabupaten Bantul Nomor 1 Tahun 2014 Pasal 131 ayat 3 menyebutkan : Dalam forum konsultasi hukum sebagaimana pada ayat (2) dapat diundang para ahli dari perguruan tinggi dan organisasi di bidang sosial, politik, profesi atau kemasyarakatan lainnya sesuai dengan kebutuhan.
[11]Setiap RaPerda  yang telah dipersiapkan baik oleh pihak eksekutif (Gubernur, atau Bupati/Walikota) maupun pihak DPRD  (Propinsi/Kabupaten/Kota), wajib dipublikasikan dalam rangka memperoleh masukan atau respon balik (feed back) dari masyarakat atau pihak pihak yang berkepentingan (stakeholder) guna pembobotn materi RaPerda  yang hendak dijadikan peraturan daerah tersebut.
[12] Usulan rencana konsultasi atau kunjungan kerja disampaikan kepada pimpinan DPRD sekurang kurangnya memuat ungensi, kemanfaat dan keterkaitan dengan tujuan dengan materi rancangan peraturan daerah.
[13]Perda No.5 Tahun 2007 Tentang Larangan Pelacruan di Kabupaten Bantul Pasal 1 ayat 4 disebutkan Pelacuran adalah serangkaian tindakan yang dilakukan setiap orang atau badan hukum meliputi ajakan, membujuk, mengorganisasi, memberikan kesempatan, melakukan tindakan, atau memikat orang lain dengan perkataan, isyarat, tanda atau perbuatan lain untuk melakukan perbuatan cabul
[14]Risalah resmi rapat paripurna DPRD Kabupaten Bantul tanggal 15,21 dan 24 Maret  9,12 April 2007, degnan acara Pembahasan  (enam) rancangan peraturan daerah Kabupaten Bantul : tata kerja rumah sakit umum daerah penembahan senopati, pembentukan dan organisasi dinas kesehatan, pengendalian minuman beralkohol, larangan pelacuran dan kemitraan daerah Perda  nomor 8 Tahun 2005. Di gedung DPRD Kabupaten Bantul.Hasil penelitian pada hari senin  tanggal 8/12/14 jam 09.00/12.10 WIB di kantor DPRD Kabupaten Bantul.
[15]Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul Nomor 08/KEP/DPRD/2007 Tentang Pembentukan Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bantul
[16] Ibid ........
[17] Rapat Ke 15 Tahun 2007 Penyampaian pandangan umum faraksi-fraksi DPRD , Selasa 20 Maret 2007 jam 10.25 s.d 11.30 WiB di ruang rapat Paripurna DPRD Kabuaten Bantul. 
[18] Ibid ....
[19]Pendapat akhir Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa terhadap Perda  larangan pelacuran di kabupaten bantul, 12 April 2007
[20] Ibid .........
[21]Disampaikan dalam Nota Pengantar Bupati Bantul (Dr. M.Idham Samawi) terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kaputen Bantul Tentang pengawasan dan pengendalian, peredaran dan penjualan miniman beralkohol dan larangan palacuran di Kabupaten Bantul. Pada hari kamis tanggal 15 Maret 2007 di Rapat Paripurna Kantor DPRD Kabupaten Bantul. Meyatakan sebagai berikut :  Peredaran minuman beralkohol dan kegiatan pelacuran, merupakan masalah sosial yang harus mendapatkan perahtian serius semua pihak, karena akan berimplikasi terhadap berbagai segi kehidupan masyaraka. Permasalahan ini sangat bersinggungan dengan nilai nilai relegius, maupun sosial masyarakat, bahkan dapat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian masyarakat. Oleh karena itu pemerintahan daerah bertekad untuk melakukan upaya pengawasan dan pengendalian terhadap kedua permasalahan sosial tersebut. Telah kita ketahui bersama, beberapa waktu yang lalu pemerintahan daerah dan DPRD pernah melakukan pembahasan RaPerda  yang mengatur peredaran minuman beralkohol dan larangan pelacuran, untuk itu marilah semangat tersebut kita bangkitkan kembali, dalam upaya menciptakan kepastian hukum dan penegekan hukum terhadap pengawasan dan pengendalian miniman beralkohol dan larangan pelacuran di masyarakat. Insturmen hukum hanya merupakan bagian upaya pengawasan dan pengendailian minuman beralkohol dan kegiatan pelacuran di kabupaten Bantu. Namun lebih utama adalah kesadaran masyarakat dan peran masyarakat dalam penaggulangan kedua permasalahan sosial tersebut. Namun demikian apabila instrument hukum tersebut tidak dapat diciptakan, dorongan kesadaran masyarakat dan peren serta masyarakat akan menjadi tidak bersemangat, karena penegakan hukum tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu pemerintahan daerah mohon dukungan semua pihak agar RaPerda  tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol dan RaPerda  tentang larangan pelacuran di Kabupaten Bantul, dapat kita wujudkan dalam waktu dekat ini”.
[22] Ibid......
[23]Pendapat akhir Fraksi Partai Golkar terhadap Perda  larangan pelacuran di kabupaten bantul, 12 April 2007
[24]Wawancara dengan Dr. H edy Susila (ketua Pansus III) yang sekarang menjadi DPRD DIY di Kantor DPRD DIY pada tanggal 08/12/14 Jam 13.00 15.00 Wib.
[25] Wawancara dengan Dr. H edy Susila (ketua Pansus III)
[26]Mengigat dengan deretan kasus yang masih terjadi sepanjang Tahun 2010-2014. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Satpol PP Provinsi Yogyakarta  (Kamis, 2 Desember 2010 pukul 22.00 WIB) melakukan Operasi diseputar Cempuri, Parangkusumo, Kretek, Bantul. Kepala Satpol PP Kabupaten Bantul Drs Kandiawan,NA,MM mengatakan bahwa operasi penertiban ini dilakukan karena banyaknya aduan masyarakat yang menerangkan bahwa setiap malam selasa kliwon dan malam jum’at kliwon, diseputar cempuri Parangkusumo disinyalir banyak terjadi praktek prostitusi, dan setelah dilakukan operasi penertiban kali ini berhasil menjaring 15 orang PSK (Pekerja Seks Komersial)[26]. Kamudian pada hari Senin 20 Juni 2011 malam, Satpol PP kembali berhasil mengamankan tiga pasangan asusila yang ketahuan di kamar losmen. Selain itu, terjaring pula tujuh orang perempuan diduga PSK sedang menunggu tamunya di kompleks Cempuri, Parangkusumo, Parangtritis.
[27] Wawancara dengan Dr. H edy Susila (ketua Pansus III)
[28]Wawancara dengan Dr. H edy Susila (ketua Pansus III) Konsdisi sosial ekonomi yang melatarbelakangi adanya para PSK, baginya hanyalah merupakan alasan klise yang tidak perlu dihiraukan oleh Pemerintahan mengigat pembinaan yang selama ini di lakukan, tidak memberikan banyak manfaat untuk bisa membuat para PSK beralih mencari pekerjaan lain. Dan sex merupakan perbuatan menyimpang bukan pilihan untuk melakukan perkerjaan, jadi penyimpangan yang ada di masyarat perlu di atur dengan Perda yang dapat mengilangkan atau setikdak-tidaknya mengurangi jumlah PSK yang ada di Bantul.
[29]Dapat di lihat Risalah resmi rapat paripurna DPRD Kabupaten Bantul tanggal 15,21 dan 24 Maret  9,12 April 2007, degnan acara Pembahasan  (enam) rancangan peraturan daerah Kabupaten Bantul : tata kerja rumah sakit umum daerah penembahan senopati, pembentukan dan organisasi dinas kesehatan, pengendalian minuman beralkohol, larangan pelacuran dan kemitraan daerah Perda  nomor 8 Tahun 2005. Di gedung DPRD Kabupaten Bantul.
[30] Wawancara dengan Dr. H edy Susila (ketua Pansus III)
[31] Rincian tugas dan fungsi Satpol PP Kabupaten Bantul sudah dijeaskan dalam Perda Nomor 20 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bantul.
[32]Wawancara dengan Teguh Nur Triono, SST (A.N PLT Kasat Pol. PP Kabuaten Bantul Kabid. Penegakan Perda, U.b Kasie Pembinaan, Pengawasan dan Penyuluhan), tanggal 13/ 12/2014, di Kantor Satpol PP.
[33] Ibid .....
[34] Hasil Penelitian di Kantor Satpol PP

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama