ETIKA MEMBERI NAMA ANAK DALAM ISLAM



Pengantar;

Menanggapi  e-mail  dari  seorang  ikhwan  tentang  etika  memberi  nama  dalam  Islam,  maka
berikut kami susun makalah yang berkenaan dengan masalah yang dimaksud.

Kami  mengira  permasalahan  ini  sangat  penting  untuk  diketahui  oleh  kaum  muslimin
dikarenakan banyaknya kaum muslimin yang masih asal-asalan atau salah dalam memberikan
nama kepada anak-anak mereka.

Akhirnya semoga makalah yang ringkas ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amiin.

Pentingnya Pemberian Nama

Nama  adalah  ciri  atau  tanda,  maksudnya  adalah  orang  yang  diberi  nama  dapat  mengenal
dirinya atau dikenal oleh orang lain. Dalam Al-Qur’anul Kariim disebutkan;



“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang
anak  yang  namanya  Yahya,  yang  sebelumnya Kami  belum  pernah menciptakan  orang  yang
serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7).


Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar  ia dikenal serta memuliakannya. Oleh
sebab  itu  para  ulama  bersepakat  akan  wajibnya  memberi  nama  kapada  anak  laki-laki  dan
perempuan1).  Oleh  sebab  itu  apabila  seseorang  tidak  diberi  nama,  maka  ia  akan  menjadi
seorang yang majhul (=tidak dikenal) oleh masyarakat.

Waktu Pemberian Nama

Telah  datang  sunnah  dari Nabi  shalallahu  ‘alaihi wa  sallam  tentang waktu  pemberian  nama,
yaitu:
a) Memberikan nama kepada anak pada saat ia lahir.
b) Memberikan nama kepada anak pada hari ketiga setelah ia lahir.
c) Memberikan nama kepada anak pada hari ketujuh setelah ia lahir.

Pemberian Nama Kepada Anak Adalah Hak (Kewajiban) Bapak.

Tidak  ada  perbedaan  pendapat  bahwasannya  seorang  bapak  lebih  berhak  dalam memberikan
nama kepada anaknya dan bukan kepada ibunya. Hal ini sebagaimana telah tsabit (=tetap) dari
para sahabat radhiallahu ‘anhum bahwa apabila mereka mendapatkan anak maka mereka pergi
kepada Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi wa  sallam  agar Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi wa  sallam
memberikan nama kepada anak-anak mereka. Hal  ini menunjukkan bahwa kedudukan bapak
lebih tinggi daripada ibu.

Nasab Anak Kepada Bapak Bukan Kepada Ibu

Sebagaimana  hak memberikan  nama  kepada  anak, maka  seorang  anakpun  bernasab  kepada
bapaknya bukan kepada ibunya, oleh sebab itu seorang anak akan dipanggil: Fulan bin Fulan,
bukan Fulan bin Fulanah.

Allah Ta’ala berfirman:

Panggilah mereka  (anak-anak  angkat  itu)  dengan  (memakai) nama  bapak-bapak mereka…”
(QS. Al-Ahzab: 5)

Oleh karena  itu manusia pada hari kiamat akan  dipanggil dengan nama bapak-bapak mereka:
“Fulan bin fulan”. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar radhiallahu
‘anhuma dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam 2).

Memilih Nama Terbaik Untuk Anak

Kewajiban lain bagi seorang bapak adalah memilih nama  terbaik bagi anaknya, baik dari sisi
lafadz  dan  maknanya,  sesuai  dengan  syar’iy  dan  lisan  arab.  Kadangkala  pemberian  nama
kepada  seorang  anak  baik  dari  sisi  adab  dan  diterima  oleh  telinga/pendangaran  akan  tetapi
nama tersebut tidak sesuai dengan syari’at.

Tata Tertib Pemberian Nama Seorang Anak

1.  Disukai Memberikan  Nama  Kepada  Seorang  Anak  Dengan  Dua  Suku  Kata,  misal
Abdullah,  Abdurrahman.  Kedua  nama  ini  sangat  disukai  oleh  Allah  Subhanahu Wa  Ta’ala
sebagaimana diterangkan oleh Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim, Abu Dawud dll. Kedua nama ini menunjukkan penghambaan kepada Allah Azza wa
Jalla.

Dan  sungguh Rasulullah  Shalallahu  ‘alaihi wa  sallam  telah memberikan  nama  kepada  anak
pamannya  (Abbas  radhiallahu ‘anhu), Abdullah radhiallahu ‘anhuma. Kemudian para sahabat
radhiallahu ‘anhum terdapat 300 orang yang kesemuanya memiliki nama Abdullah.

Dan nama anak dari kalangan Anshor yang pertama kali setelah hijrah ke Madinah Nabawiyah
adalah Abdullah bin Zubair radhiallahu ‘anhuma.

2. Disukai Memberikan Nama Seorang Anak Dengan Nama-nama Penghambaan Kepada
Allah Dengan Nama-nama-Nya Yang  Indah  (Asma’ul Husna), misal: Abdul Aziz, Abdul
Ghoniy  dll. Dan  orang  yang  pertama  yang menamai  anaknya  dengan  nama  yang  demikian
adalah sahabat Ibn Marwan bin Al-Hakim.


Sesungguhnya  orang-orang Syi’ah  tidak memberikan nama kepada  anak-anak mereka  seperti
hal  ini, mereka mengharamkan  diri mereka  sendiri memberikan  nama  anak mereka  dengan
Abdurrahman sebab orang yang telah membunuh ‘Ali bin Abi Tholib adalah Abdurrahman
bin Muljam.

3. Disukai Memberikan Nama Kepada Seorang Anak Dengan Nama-nama Para Nabi.

Para ulama sepakat akan diperbolehkannya memberikan nama dengan nama para nabi3).

Diriwayatkan dari Yusuf bin Abdis Salam, ia berkata:”Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
memberikan  nama  kepadaku Yusuf”  (HR.  Bukhori  –dalam Adabul Mufrod-; At-Tirmidzi  –
dalam Asy-Syama’il-). Berkata Ibnu Hajjar Al-Asqolaniy: Sanadnya Shohih.

Dan  seutama-utamanya  nama  para  nabi  adalah  nama  nabi  dan  rasul  kita  Muhammad  bin
Abdillah shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya penggabungan dua nama Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan nama kunyahnya, Muhammad Abul Qasim.

Berkata  Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah  rahimahullah:”Dan  yang  benar  adalah  pemberian  nama
dengan  namanya  (yakni  Muhammad,  pent)  adalah  boleh.  Sedangkan  berkunyah  dengan
kunyahnya  adalah  dilarang  dan  pelarangan  menggunakan  kunyahnya  pada  saat  beliau
shalallahu  ‘alaihi  wa  sallam  masih  hidup  lebih  keras  dan  penggabungan  antara  nama  dan
kunyah beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam juga terlarang”4).

4. Memberikan Nama Kepada  Seorang Anak Dengan Nama-nama Orang  Sholih Dari
Kalangan Kaum Muslimin.

Telah  tsabit dari hadits Mughiroh bin Syu’bah  radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi
wa sallam, ia bersabda:

“Sesungguhnya mereka memberikan nama (pada anak-anak mereka) dengan nama-nama para
nabi dan orang-orang sholih” (HR. Muslim).

Kemudian  para  sahabat  Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi wa  sallam  adalah  penghulunya  orangorang
 sholih bagi umat ini dan demikian juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga hari akhir.

Para  sahabat Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi wa  sallam memandang bahwa  hal  ini  adalah baik,
oleh karena  itu  sahabat Zubair  bin  ‘Awan  radhiallahu ‘anhu memberikan nama kepada anakanaknya
 –jumlah anaknya 9 orang- dengan nama-nama sahabat yang syahid pada waktu perang
Badr,  missal:  Abdullah,’Urwah,  Hamzah,  Ja’far,  Mush’ab,  ‘Ubaidah,  Kholid,  ‘Umar,  dan
Mundzir.

Syarat-syarat Dalam Pemberian Nama

a. Nama tersebut menggunakan bahasa arab.
b.Nama tersebut dibangun dengan makna yang baik secara bahasa dan syari’at. Oleh karenanya
dengan adanya syarat ini tidak boleh menggunakan nama-nama yang haram atau makruh baik
dalam segi  lafadz ataupun maknanya. Oleh karena  itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
merubah nama-nama yang jelek menjadi nama-nama yang baik dari segi lafadz dan maknanya.
Nama-nama yang Diharamkan

a. Kaum muslimin telah bersepakat terhadap haramnya penggunaan nama-nama penghambaan
kepada selain Allah Ta’ala baik dari matahari, patung-patung, manusia atau selainnya, missal:
Abdur Rasul (=hambanya Rasul), Abdun Nabi (=hambanya Nabi) dll. Sedangkan selain nama
Nabi  shalallahu  ‘alaihi  wa  sallam,  misal:  Abdul  ‘Uzza  (=hambanya  Al-‘Uzza  (nama
patung/berhala), Abdul Ka’bah  (=hambanya Ka’bah), Abdus Syamsu  (=hambanya Matahari)
dll.
b. Memberi  nama  dengan  nama-nama  Allah  Tabaroka  wa  Ta’ala,  misal:  Rahim,  Rahman,
Kholiq dll.
c. Memberi nama dengan nama-nama asing atau nama-nama orang kafir.
d. Memberi  nama  dengan  nama-nama  patung/berhala  atau  sesembahan  selain Allah  Ta’ala,
misal: Al-Lat, Al-‘Uzza dll.
e. Memberi nama dengan nama-nama asing baik yang berasal dari Turki, Faris, Barbar dll.
f. Setiap nama yang memuji (tazkiyyah) terhadap diri sendiri atau berisi kedustaan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

“Sesungguhnya  nama  yang  paling  dibenci  oleh  Allah  adalah  seseorang  yang  bernama
Malakul Amlak (=rajanya diraja)” (HR. Bukhori; Muslim).
g. Memberi nama dengan nama-nama Syaithon, misal: Al-Ajda’ dll.

Nama-nama Yang Dimakruhkan

a. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama orang fasiq, penzina dll.
b. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama perbuatan-perbuatan  jelek atau perbuatanperbuatan
 maksiat.
c.  Dimakruhkan  memberi  nama  anak  dengan    nama  para  pengikut  Fir’aun,  misal:  Fir’aun,
Qarun, Haman.
d. Dimakruhkan memberi nama anak dengan nama-nama hewan yang telah dikenal akan sifatsifat
 jeleknya, misal: Anjing, keledai dll.
e. Dimakruhkan memberi  nama  anak  dengan  Ism, mashdar,  atau  sifat-sifat  yang menyerupai
terhadap lafzdz “agama” ( M ) , dan lafadz “Islam” ( H T ), misal: Nurruddin, Dliyauddin,
Saiful Islam dll.
f. Dimakruhkan memberi nama ganda5), misal: Muhammad Ahmad, Muhammad Sa’id dll.
g. Para ulama memakruhkan memberi nama dengan nama-nama surat dalam Al-Qur’an, misal:
Thoha, Yasin dll.

Jalan Keluar Dari Pemberian Nama-nama Yang Diharamkan Dan Yang Dimakruhkan

Jalan keluar dari kedua hal  ini adalah merubah nama-nama  tersebut dengan nama-nama yang
disukai  (mustahab)  atau yang  diperbolehkan  secara  syar’i. Dan  untuk merubah nama  ini  kita
dapat mendatangi kementrian/depertemen yang mengurusi masalah ini.6)

Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang mengandung
makna  kesyirikan  kepada  Allah  kepada  nama-nama  Islamiy,  dari  nama-nama  kufur  kepada
nama-nama imaniyah.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhaiallahu ‘anha, ia berkata:

“Sesungguhnya  Rasulullah  shalallahu  ‘alaihi  wa  sallam  merubah  nama-nama  yang  jelek
menjadi nama-nama yang baik” (HR. AT-Tirmidzi).

Demikianlah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam merubah nama-nama yang jelek dengan namanama
  yang  baik,  seperti  beliau  shalallahu  ‘alaihi wa  sallam merubah  nama  Syihab menjadi
Hisyam  dll. Demikian  juga  kita mesti merubah  nama-nama  yang  buruk menjadi  nama-nama
yang  baik, misal: Abdun Nabi menjadi Abdul Ghoniy, Abdur Rasul menjadi Abdul Ghofur,
Abdul Husain menjadi Abdurrahman dll.



Maraji’ (Daftar Pustaka) :
Tasmiyah Al-Maulud, karya: Asy-Syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid


Catatan Kaki:
1) Marotib Al-Ijma’, hal: 154. Oleh Ibn Hazm.
2) Lihat Shahih Bukhori, bab: Maa Yad’u An-Naas Bi abaihim.
3) Lihat Syarh Shahih Muslim 8/437. Imam An-Nawawi rahimahullah; Marotib Al-Ijma’, hal:
154-155.
4) Zaadul Ma’ad, 2/347. Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah.
5) Maksudnya  adalah memberikan  nama  anak  dengan  dua  nama,  yang mana  nama  tersebut
terdapat dalam satu orang. Misal Muhammad Ahmad, nama Muhammad dan Ahmad dimiliki
oleh satu orang, dan Ahmad bukanlah nama bapaknya, pent.
6) Untuk di sini (Kuwait) kita dapat mendatangi Mahkamah, pent.

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama