Manusia yang berfungsi daya nalarnya (akalnya) selain mengenali dirinya sendiri, ia sudah dapat mengenal lingkungannya. Orang-orang yang ada di sekitarnya, demikian pula benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dapat ia lihat dan rasakan, semua itu membentuk dalam benaknya konsep "alam" dan "kehidupan". Konsep ini berkembang menuju suatu kesempurnaan melalui ajaran kepercayaan atau agama yang dianut masyarakatnya terutama orang tuanya, dan melalui pendidikan dan penga¬jaran yang diterimanya kemudian.
Dewasa ini pengetahuan manusia tentang "alam" sudah sangat luas, dan ilmu serta teknologi sudah sedemikian majunya, seakan-akan manusia sudah mampu menguasai alam raya dengan keberhasilannya menerobos angkasa luar dan memecahkan atom, seandainya tiada gempa bumi hebat yang mengguncang Armenia, angin taufan dahsyat yang menyapu pantai-pantai Amerika dan Jepang, banjir-banjir besar yang melanda Anak Benua India, dan lain-lain bencana alam dan penyakit-penyakit aneh seperti AIDS yang semua itu mempertunjukkan kelemahan kekuasaan dan keterbatasan pengetahuan manusia itu. Sejauh perkem¬bangan yang sudah begitu majunya, kehidupan manusia tetap saja menjadi masalah misterius seperti sediakala.
Alam raya ini, yang sukar digambarkan luasnya dan banyaknya, serta makhluk manusia yang sangat menonjol di antara seluruh makhluk yang mengisi alam raya ini, sudah menjalani proses kehidupan sekian kurun waktu lamanya sehingga sukar digambarkan dengan bilangan abad atau diukur dengan tahun cahaya.
Manusia yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menalar dengan akalnya sudah cukup banyak mengetahui proses kehidupan itu, sekalipun mereka tidak mampu mengetahui hakekat dari kehidupan itu sendiri. Di dalam pengetahuan manusia yang begitu luas dan berkembang terus, minat untuk mengetahui pangkal dan ujung (mabda' dan ma'ad) kehidupan itu, kurang seimbang dengan minat dan upaya mengetahui proses kehidupan itu. Sehingga pada umumnya pengetahuan manusia itu menjadi pincang dan tidak utuh. Upaya mengetahui proses kehidupan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban manusia, telah mengantarkan manusia mengenal adanya hukum-hukum yang pasti dan teliti menguasai alam raya ini.
Gambaran yang nyata dari pengetahuan ini terlihat dengan jelas dalam ilmu-ilmu fisika, kimia, biologi dan astronomi. Ilmu-ilmu tersebut mengungkapkan betapa alam raya ini tercipta secara teratur dan terkontrol sedemikian teliti dengan hukum-hukum yang pasti. Ilmu pengetahuan astronomi memperkenalkan betapa teraturnya gerakan bintang-bintang pada garis edarnya masing-masing.
Bumi tempat kita hidup, yang berputar pada sumbunya dan beredar pada orbitnya di sekeliling matahari dalam jangka waktu tertentu dan pasti menyebabkan silih bergantinya siang dan malam, dan bertukarnya satu musim ke musim yang lain dengan sangat teratur, semuanya berjalan secara eksakta (tepat) dan dapat dihitung secara matematik. Selanjutnya ilmu pengetahuan alam memperkenalkan adanya hukum fisika, kimia, serta biologi, seperti hukum propors, hukum konservasi, hukum gerak, hukum gravitasi, hukum relativitas, hukum Pascal, kode genetik, hukum reproduksi dan embriologi.
Penemuan hukum-hukum alam (natuurwet) sebagaimana disinggung di atas memberikan informasi yang jelas betapa alam raya ini mulai dari bagian-bagiannya yang terkecil seperti partikel-partikel dalam inti atom yang sukar dibayangkan kecilnya sampai kepada galaksi-galaksi yang tak terbayangkan besar dan luasnya, semua bergerak menurut ketentuan-ketentuan hukum alam yang mengaturnya. Dan yang lebih dekat dapat diamati ialah pada tubuh jasmani kita sendiri. Ilmu pengetahuan mengungkapkan bahwa tubuh manusia terdiri dari 50 juta sel, jumlah panjang jaringan pembuluh darahnya sampai 100.000 km dan lebih 500 macam proses kimiawi terjadi di dalam hati.
Tubuh manusia jauh lebih rumit dan lebih menakjubkan daripada pesawat komputer. Fungsi-fungsi tubuh yang tidak tampak, lebih mengesankan lagi. Tanpa kita sadari tubuh mengatur suhu badan kita, tekanan darah kita, pencernaan dan tugas-tugas lain yang tidak terbilang banyaknya. Pusat pengatur tubuh, yakni otak, memiliki daya rekam dan kemampuan menyimpan lebih banyak informasi dibandingkan dengan pesawat apapun. Organ-organ tubuh itu bekerja secara otomatis di luar kehendak dan pengetahuan kita. Peredaran darah, paru-paru, jantung, ginjal dan pernafasan terus bekerja secara rutin dengan teliti, meskipun tidak diperintahkan sang manusia itu sendiri. Bahkan mungkin sekali ia tidak mengetahui betapa sibuknya organ-organ tubuh itu melaksanakan tugasnya masing-masing, demi kelangsungan hidup manusia.
Perkembangan mutakhir dari ilmu pengetahuan, yang ditandai dengan lahirnya ilmu-ilmu sosial, bermuara kepada suatu kesimpulan yang sama, bahwa manusia dan masyarakatnya dikuasai juga oleh hukum-hukum yang teliti dan pasti, tidak ada bedanya dengan alam di luar manusia. Ilmu-ilmu ini mengungkapkan bahwa kehidupan dan perilaku manusia diatur oleh ketentuan-ketentuan yang ada di luar kemauan manusia itu, seperti hukum-hukum ekologi (pengaruh lingkungan), dorongan naluriah, warisan genetik, kekuatan supranatural, dan hukum sejarah.
Di balik penemuan-penemuan ilmiah tersebut di atas muncul suatu teori ilmiah baru yang disebut "deteminisme ilmiah" (al-jabriyah al-`ilmiyah) yang melukiskan manusia sebagai pion-pion nasib (sesuatu yang sudah ditentukan semula). Stoicisme melihat bahwa manusia bahkan seluruh alam telah ditentukan secara rasional oleh akal universal (ini istilah filsafat yang berarti kekuatan yang merupakan sumber pengaturan alam semesta). Menurut teori ini, tugas manusia hanyalah memahami dan menempatkan dirinya dalam kerangka akal universal terseb ut.
Adanya sejumlah ketentuan yang pasti dan berlaku sebagai hukum yang mengatur segala makhluk dan gerak di alam raya ini, biasanya dalam bahasa ilmu pengetahuan disebut `natuurwet' atau hukum alam. Di dalam bahasa Alquran, kadangkala disebut "sunnatullah" seperti dalam surat al-Fathir ayat 43: Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat ergantian bagi sunnatullah itu dan sekali-kali kamu tidak pula menemui penyimpangan dari sunnatullah itu.
Dalam terminologi teologi, hal semacam itu termasuk dalam kategori qadha dan qadar (takdir). Namun istilah ini lebih mendominasi hal-hal yang bersangkutan dengan perilaku manusia, dan seringkali secara kurang hati-hati dianggap identik dengan faham Jabariah (teori determinisme). Sumber,
Tags:
Filsafat Ilmu